Kanal

Peternak di Kampar Manfaatkan Kotoran Sapi Jadi Biogas untuk Memasak hingga Penerangan

TAPUNG - Kotoran hewan ternak tak selamanya menjijikkan dan harus dibuang begitu saja. Jika kita mau, banyak manfaat yang akan diperoleh dari pengolahan terhadap kotoran hewan ternak tersebut.

Hal itu dibuktikan Sudarman (51) dan kawan-kawan yang tergabung dalam Kelompok Tani Bina Mukti Sari di Desa Mukti Sari, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Riau.

Kelompok Tani ini berdiri pada tahun 2013 lalu. Kini, berkat perjuangan gigih Sudarman dan kawan-kawan, mereka telah bisa menikmati biogas yang dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga seperti untuk sumber energi kompor dan lampu penerangan.

Selain itu, Darman, begitu ia akrab disapa, telah berhasil pula mengelola kotoran sapi kelompok tani ini menjadi pupuk padat maupun pupuk cair. Pupuk yang mereka hasilkan digunakan untuk beberapa jenis tanaman seperti cabai, kacang pepaya hingga kelapa sawit.

Dilansir Cakaplah.com saat ditemui di rumah kediamannya di RT 15 Dusun III Desa Mukti Sari, Kamis (31/5/2023), Sudarman didampingi Ketua Kelompok Tani Bina Mukti Sari Fernando Hutagaol dengan penuh semangat menceritakan dan memperlihatkan bagaimana ia bersama istri telah menikmati biogas yang dihasilkan dari pengolahan kotoran sapi.

Sudarman juga mempraktikkan cara menyalakan kompor gas yang biasa dijual di pasaran yang sumber energinya dari biogas.

"Ini kita masak pakai biogas," ujar Darman sambil mempersilakan tamu-tamu yang datang mencicipi ubi goreng dan kolak di teras rumahnya.

Meskipun masih dikonsumsi untuk pribadi dan belum dipasarkan, Darman mengaku, selama ia menggunakan biogas dari delapan reaktor bantuan Pertamina Hulu Rokan untuk menghasilkan biogas, ia telah bisa menghemat pengeluaran sehari-hari. "Kalau dipakai sendiri, bisa tahan lima hari, terus kita ngisi lagi. Kalau dibagi ke tetangga bisa dua hari sekali kita ngisinya," terang ayah tiga orang anak ini.

Delapan ekor sapi yang dipelihara dalam satu kandang ternyata telah mampu menghasilkan biogas yang cukup besar. Potensi biogasnya tak hanya untuk satu rumah tangga, namun sudah bisa dibagi ke masyarakat lainnya. Kini, Sudarman dan kawan-kawan sedang berupaya bagaimana biogas yang dihasilkan ini bisa didistribusikan ke masyarakat lainnya. Pendistribusian ini butuh pipanisasi dan alat lainnya. 

Selanjutnya mengenai pupuk yang  dihasilkan dari pengolahan kotoran sapi, Ketua Kelompok Tani Bina Mukti Sari Fernando Hutagaul mengungkapkan, pupuk yang mereka hasilkan telah terbukti bisa digunakan untuk beberara jenis tanaman, dan hasilnya cukup memuaskan. Beberapa petani menggunakan untuk tanaman cabai, kacang, pepaya dan kelapa sawit.

"Hasilnya bagus-bagus. Nanti kita bisa lihat kebun pepaya di Indra Sakti," ulas pria yang akrab disapa Pak Gaol.

Meskipun hanya delapan ekor sapi dari satu kandang, namun potensi biogas yang dihasilkan cukup besar. "Kalau tak dipakai bisa meluap. Makanya kita butuh beberapa reaktor atau pengaturan pengelolaannya dan didistribusikan lagi ke masyarakat lainnya," beber Fernando Hutagaul.

Ia juga mengakui, masyarakat masih awam dengan biogas dan butuh waktu mengubah persepsi masyarakat terhadap biogas.

"Menurut mereka (masyarakat red), kalau pakai biogas ini makanannya bau kotoran, padahal tidak kan. Tetap enak masakannya, gak ada baunya. Bahkan kualitasnya sama dengan LPG dan kita bisa hemat lagi," ulas Gaol.

Kelompok Tani Bina Mukti Sari sendiri merupakan binaan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Corporate Secretary PT PHR Rudi Ariffianto kepada CAKAPLAH.COM mengatakan, adanya binaan PHR terhadap petani di Desa Mukti Sari karena Pihaknya ingin memberikan kontribusi dalam konteks pembangunan reaktor biogas yang mampu memproduksi biogas yang sumber bahan bakunya berasal dari kotoran sapi.

PHR juga punya binaan peternak-peternak sapi dan diharapkan menjadi satu program yang terintegrasi dari peternakan sapi, kemudian membuat reaktor biogas. Untuk sementara saat ini telah digunakab sendiri para penerima manfaat dari program ini.

Menurut Rudi, kedepan PHR berharap lebih banyak lagi masyarakat manfaatkan biogas. "Karena tadi seperti cerita Pak Darman, rupanya kalau hanya dimanfaatkan penerima manfaat saja, tendangan gasnya cukup tinggi. Artinya produksi gasnya tinggi. Tadi, dua tungku saja luar biasa tekanannya. Kalau digunakan untuk yang lain, kita coba hitung, kira-kira satu reaktor bisa menghasilkan gas untuk berapa rumah tangga," ulasnya.

Ia menambahkan, dampak positif yang diharapkan PHR dengan adanya program ini adalah bagaimana masyarakat beralih ke biogas. "Dari cerita Pak Darman, untuk biogas bisa menghemat dua sampai tiga tabung gas LPG 3 kilogram dalam satu bulan," beber Rudi.

Dampak positif lainnya yang diharapkan adalah bisa menghemat subsidi negara. "Kita terus mencoba melakukan improvisasi atau improvement, kalau penerima manfaatnya diperluas," ulasnya.

Pihaknya juga akan mendorong pengembangan pemanfaatan kotoran sapi secara swadaya. "Kita konsepnya desa energi berdikari. Yang kita harapkan PHR jadi katalisator sifatnya. Jadi pioneer, diikuti kemandirian masyarakat. Masyarakat mengembangkan dan itu perlu dipersiapkan," katanya.

Kemudian yang terpenting juga kata Rudi adalah penataan organisasi dan pola bisnisnya. Ia mengungkapkan, satu reaktor membutuhkan biaya sekira Rp 55 juta hingga Rp 70 juta. "Kira-kira butuh modalnya seperti apa. Tambahan modal dari mana. Maka perlu pembinaan. Supaya tata kelolanya itu baik. Sehingga nanti kalau nambah bisa tidak," terangnya lagi.

Sejauh ini, PHR telah membantu delapan titik reaktor untuk satu kelompok peternakan sapi. Ia mengharapkan jumlahnya terus bertambah. PHR juga memiliki satu titik reaktor lainnya di Pekanbaru.***
 

Ikuti Terus Forum Kerakyatan

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER