Kanal

Terungkap di Persidangan: Bupati M Adil Perintahkan Bagian Kesra Turuti Permintaan Fitria Nengsih

PEKANBARU - Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil, menunjukkan kekuasaanya dalam penunjukan PT Tanur Muthmainah Tour (TMT) selaku travel yang memberangkatkan umrah gratis dari Pemerintah Kepulauan Meranti. Ia memerintahkan agar Bagian Keserahteraan Rakyat (Kesra) menuruti permintaan dari Fitria Nengsih.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Bagian Kesra Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti, Syafrizal, saat menjadi saksi untuk M Adil di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru Selasa (5/9/2023) petang. M Adil mengikuti persidangan dari Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.

Syafrizal menjelaskan, dirinya mengetahui adanya perjalanan umrah gratis karena itu visi dan misi M Adil. Umrah diberikan untuk guru mengaji, imam masjid dan bilal dengan target pemberangkatan awal sebanyak 2.000 orang.

Program itu dianggarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD) Kepulauan Meranti 2022. Pada Desember 2022, diberangkatkan secara gratis 250 orang jemaah umrah dengan total anggaran Rp 8.265.000.000.

"Di APBD murni tidak bisa karena sudah disahkan. Baru diinstruksikan bupati agar masuk program Kesra, dan kita masukkan rancangan APBDP dan disetujui dewan Rp 8,2 miliar lebih," ujar Syafrizal yang didatangkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Budiman Abdul Karib dan kawan-kawan.

Total anggaran itu, kata Syafrizal, berdasarkan angka yang diajukan oleh Fitria Nengsih selaku Kepala Perwakilan PT TMT sekaligus Pelaksana tugas Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti. Menurutnya, satu orang jemaah umrah diberangkatkan dengan anggaran Rp 33 juta.

"Angka itu disampaikan sebelum anggaran dimasukkan (dalam rancangan APBDP). Dia (Fitria Nengsih) bilang, ini usulan dari Pak Bupati untuk dimasukkan," kata Syafrizal.

JPU mencecar Syafrizal mengapa begitu yakin terhadap ucapan Fitria Nengsih. "Karena pertama, dulu sering dipanggil Pak Bupati dan Buk Fitria Nengsih. Dia orang dekat (Pak Bupati) hingga percaya. Menurutnya itu angka yang termurah," ucap Syafrizal.

"Jadi saksi mau terima karena sudah ada persetujuan dari bupati?," kata JPU lagi.

"Ya udah, ikut saja apa yang disampaikan," jawab Syafrizal di hadapan majelis hakim yang diketuai Nur Arif Nuryanta, dengan hakim anggota Salomo Ginting dan Adrian HB Hutagalung.

Syafrizal kemudian mengarahkan orang surahan Fitria Nengsih untuk menemui pergi ke Mario Handono, selaku Kepala Bagian Pengadaan Barang Jasa. Untuk selanjutnya diminta E-Katalog, dan persyaratan lain.

"Setelah kami usulkan ada persetujuan dari LPSE untuk buka E-Katalog," ucapnya.

Saat proses berjalan, Fitria Nengsih mendesak agar E-Katalog diklik dan Bagian Keuangan Kesra segera mencairkan anggaran perjalan umrah untuk 250 orang jemaah. Namun permintaan itu tidak bisa dipenuhi oleh Syafrizal karena masih menunggu kemungkinan ada perusahaan lain yang masuk, dan juga ada syrat yang belum ditandatangani.

"Buk Fitria Nengsih minta saya cepat, apa yang abang tunggu lagi. Pak Bupati sudah mendesak. Saya bilang tunggu dulu, mana tahu ada perusahan lain masuk. Apalagi ada berkas (pencairan) yang belum ditandatangani Pak Sumarno (Plt Kabag Keuangan)," ungkap Syafrizal.

Ternyata ketika itu, Fitria Nengsih sedang bersama M Adil. Telepon diambil M Adil dan meminta agar permintaan Fitria Nengsih dituruti. "Pak Bupati sebut, apalagi, tanda tangan saja. Saya yang tanggung jawab," kata Syafrizal menirukan ucapan M Adil.

Setelah mendapatkan perintah itu, Syafrizal bersama sejumlah pejabat melakukan diskusi, dan akhirnya sepakat untuk melakukan ''klik'', istilah yang biasa digunakan untuk proses eksekusi pembayaran atau pencarian proyek atau pengadaan. "Sudah bismillah saja lah," tutur Syafrizal.

Syafrizal menambahkan, anggaran dicarikan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar 50 persen sebelum jemaah umrah diberangkatkan melalui Batam, Provinsi Kepulauan Riau pada 5 Desember 2022. Sisanya dibayarkan setelah jemaah umrah kembali ke Tanah Air.

Pada kesempatan itu, JPU juga menghadirkan enam orang saksi lainnya. Mereka adalah Mario Handono selaku Kepala Bagian Pengadaan Barang Jasa, Masnani selaku mantan ajudan Bupati M Adil, Sumarno selaku Analisis Keuangan Setda dan Plt Kabag Kuangan, Herman Syukri selaku PNS di Setda Kepulauan Meranti, Wan Masran selaku PNS dan Maria Gyptia selaku Komisaris Utama PT TMT.

Untuk diketahui, JPU KPK mendakwa M Adil melakukan tiga dugaan tindak pidana korupsi. M Adil melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama Fitria Nengsih selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti dan auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa.

JPU pada dakwaan pertama menyebut M Adil pada tahum 2022 hingga 2023 bersama-sama Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih melakukan pemotongan sebesar 10 persen setiap pembayaran Uang Persedian (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada kepala organisasi Perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.

Pemotongan itu dibuat seolah-olah utang. Hal itu disampaikan M Adil dan Fitria Nengsih dalam suatu pertemuan. "Terdakwa meminta 10 persen dari setiap OPD. Padahal tidak ada kewajiban dari OPD untuk melakukan itu dan OPD tidak punya utang kepada terdakwa," ujar JPU.

Atas permintaan itu, untuk pencairam bendahara masing-masing meminta persetujuan kepala kepala OPD. Setelah disetujui, dilakukan pencairan dan uangnya diserahkan ke Fitria Nengsih selaku Kepala BPKAD Kepulauan Meranti untuk selanjutnya diberikan kepada M Adil.

Uang diserahkan Fitria Nengsih dan sejumlah kepala OPD di rumah dinas Bupati Kepulauan Meranti, Jalan Dorak, Selatpanjang. Uang itu ada yang langsung diterima M Adil dan ada juga melalui beberapa orang lain seperti ajudan bupati.

Pada tahun 2022, M Adil menerima uang sebesar Rp12 miliar lebih dan pada tahun 2023 menerima Rp 5 miliar lebih. "Total uang pemotongan UP yang diterima terdakwa selama dua tahun sebesar Rp17.280.222.003,8," kata JPU.

Pada dakwaan kedua, M Adil menerima suap dari Fitria Nengsih selaku kepala perwakilan PT Tanur Muthmainah Tour (TMT) di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp 750 juta. PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jemaah umrah program Pemkab Kepulauan Meranti.

Jemaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan anggaran APBD Tahun 2022. PT TMT memberangkatkan 250 jemaah dan M Adil meminta fee Rp 3 juta dari setiap jemaah yang diberangkatkan.

Dana yang dicairkan kepada PT TMT dari Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp8,2 miliar lebih. Dari jumlah itu, Fitria Nengsih mendapat Rp 1,47 miliar dan diserahkan kepada M Adil sebanyak Rp 750 juta.

"Uang diserahkan Fitria Nengsih di rumah dinas Bupati Kepulauam Meranti. Patut diduga uang itu berkaitan dengan jabatan terdakwa selaku Bupati Kepulauan Meranti lantaran memberikan pekerjaan di Bagian Kesra Setdakab tentang perjalanan umrah kepada PT Tanur Muthmainah Tour," ujar JPU.

Dahwaan ketiga, M Adil bersama Fitria Nengsih pada Januari hingga Aptil 2023, memberikan suap kepada auditor Badan Pemeriksanaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa. Uang diberikan di Hotel Red Selatpanjang, di parkiran mal di Pekanbaru dan parkiran Hotel Grand Zuri.

"Terdakwa melakukan perbuatan berkelanjutan, memberikan uang kepada Muhammad Fahmi Aressa selaku auditor BPK perwakilan Riau sebesar Rp 1 miliar," ucap JPU.

Muhammad Fahmi Aressa merupakan Ketua Tim Auditor BPK yang memeriksa laporan keuangan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2022. "Terdakwa ingin agar Muhammad Fahmi melakukan pengkondisian penilaian laporan keuangan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)," tutur JPU.

Ikuti Terus Forum Kerakyatan

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER