Lebih Dekat dengan: Industri Minyak Kayu Putih, Namlea

Selasa, 23 November 2021

 Laporan: Irawati (Namlea)
NAMLEA, PULAU BURU: Kawasan Namlea, Pulua Buru, Maluku,  sejak lama tersohor dengan produk minyak kayu putihnya. 

Pemasarannya,  bukan hanya sekitar Maluku. Tetapi sudah menebar ke seluruh pelosok nusantara. Bahkan, sudah sampai ke manca negara.

Untuk melihat lebih dekat, industri rakyat itu, berikut laporan:  Irawati, Wartawati kami dari Namlea.

Industri Penyulingan Minyak Kayu Putih (MKP) milik Abdullah Malaka (58) di Ketel Parigi, Desa Sawa, Namlea, Pulau Buru, semakin tahun,  semakin maju.

Bayangkan, ayah  dari 3 anak ini, menggeluti pekerjaan penyulingan ini sejak usianya 10 tahun. Hingga sekarang.

Abdullah Malaka memiliki Industri Pengolahan MKP miliknya berjumlah 2 Industri Pengolahan MKP. 

"Modal awal didapat untuk bisnis MKP hasil dari pinjaman kredit di BRI. Jumlahnya, sekitar Rp 100 juta," kata Abdullah saat diwawancarai Irawati dari bintangmaluku.com, Senin (22/11).

Menurutnya, selain hasilnya untuk keperluan sekeluarga, uang tersebut juga diolah kembali untuk membayar bunga pinjaman setiap bulan.

Abdullah menuturkan penyulingan miliknya memiliki perizinan lengkap. Termasuk masalah Lebel, Segel dan Penutup sudah ada.

"Agar mudah dikenal bagi yang belum tahu,semua atas kerja sama dari PLN Ambon," ungkap Beliau.

Proses dan hasil  penyulingan MKP katanya, tidak selalu terjangkau dan tidak bisa di targetkan. Jika musim hujan penghasilan akan bertambah.

"Apabila musim kemarau datang hasilnya akan berkurang," kilahnya.

Abdullah menyebut, karyawan yang dipekerjakan ada 10 KK (Sekitar 20 orang). Upah yang di berikan per-orang sebanyak Rp 100 ribu. 

Dijelaskannya, penghasilan per-bulan dari penyulingan sebanyak 480 botol. (Isi satu botol = 650 Ml). Sembari menunggu kerja petik daun masih bisa beristirahat. 

"Kalau bagian suling (olah daun) tidak bisa di tinggalkan. Sekali masak daun kapasitasnya  sekitar 250 kg," jelasnya.

"Untuk sementara operasional di hentikan dulu karna ada pembenahan tempat. Perkiraan 10 hari lagi baru aktifitas kembali," kata Abdullah.

Hasil produksi penyulingan setiap bulan, katanya tidak bisa di tentukan. Tetapi bisa di tafsirkan puluhan juta. 

Menurut Abdullah hasil MKP berbeda-beda. Harga  tergantung BD (Berat jenis) nya.

"Nilai jual per-botol juga bervariasi: Rp 230 ribu, Rp220 ribu, Rp190 ribu dan Rp180 ribu. Juga  ada di bawah harga," katanya.

Pemasaran MKP miliknya,  selain di masyarakat sekitar, juga memasarkan keluar daerah. Termasuk Ternate, PLN Ambon dan ke Jawa.

"Hasil MKP tidak di bawah ke toko. Alasannya mereka beli di bawah harga. Jadinya,   tidak cukup untuk bayar gaji karyawan," katanya.

"Nilai yang di dapat mencapai ton,kalau tidak ada jaringan ,tidak bisa laku," jelasnya.

Abdullah Malaka sangat bersyukur dengan pekerjaan yang ditekuninya  selama ini. Atas ketemunannya usahanya itu sudah bisa membiayai membangun Rumah permanen 2 tempat. 

"Juga memiliki mobil bekas, menyekolahkan  dua orang anak sampe Sarjana," ungkapnya, tersenyum.

Harapannya ke depan: MKP yang dikelola bisa menyebar luas secara nasional dan internasional. 
"ukan hanya di Namlea saja. Tetapi sampe ke Manca Negara," tuturnya, penuh harap.

Di tempat yang sama, Sekdes Desa Sawa, Aryadi Umamiti, mengatakan jika pemerintah  di Pulau Buru, bisa membantu masyarakat   membangun jalan.

"Jalan dari Kampung ke tempat Penyulingan yang bagaian hutan. Masyarakat akan senang. Mengingat saat ini,  kalau penghujan,  masyarakat tidak bisa kerja," katanya. Prihatin. ***