Revolusi Mental Masih Sebatas "JISAMSU"

Selasa, 05 April 2022

CATATAN : YANTO BUDIMAN S

Highlight: Calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin menyatakan dirinya dan calon presiden Joko Widodo akan mengubah strategi pembangunan jika memenangkan Pilpres 2019. Ma'ruf menyebut bakal ada penekanan terhadap pembangunan Sumber Daya Manusia.

"Kami akan lakukan pergeseran strategi nasional dari yang semula infrastruktur kepada pembangunan SDM," tutur Ma'ruf dalam debat cawapres di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (18/3/2019) silam dilansir dari cnnnews.

Ma'ruf mengatakan Jokowi sudah melakukan banyak hal sejak menjadi presiden pada 2014. Selanjutnya, kata Ma'ruf, perlu ada aspek lain yang harus dimaksimalkan. Tentu mengoptimalkan apa saja yang sudah dilakukan atau dihasilkan Jokowi sebelumnya.

"Yang akan kami lakukan adalah ta'dzim wa takmilah dan ziadah, menambahkan manfaat dan maslahat yang sudah ada," ujar Ma'ruf.

Rencana memprioritaskan pembangunan sumber daya manusia di periode 2019-2024 sudah pernah diutarakan Jokowi pada Desember 2018, di acara rapat kerja nasional Bravo 5, Jakarta.

"Setelah besar-besaran kita bangun infrastruktur di tanah air. Tahapan besar kedua nanti adalah pembangunan SDM juga secara besar-besaran," tutur Jokowi dengan nada over cinfidence.

"Infrastruktur itu prasyarat, pembangunan sumber daya manusia adalah fondasi yang harus kita kerjakan," lanjut bekas pengusaha mebel yang melehit bak meteor jadi Presiden.

Dalam visi dan misi yang diunggah di laman resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jokowi-Ma'ruf memang memprioritaskan pembangunan kualitas manusia.

Hal itu tampak dari sembilan misi yang akan ditempuh dalam merealisasikan visi Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong. Misi pertama adalah peningkatan kualitas manusia Indonesia.

Misi tersebut diurai kembali menjadi 6 program aksi. Setiap program aksi mengandung upaya-upaya yang akan dilakukan.

Program aksi pertama yakni mengembangkan sistem jaminan gizi dan tumbuh kembang anak. Dalam hal ini, Jokowi-Ma'ruf bertekad mengurangi angka stunting karena mempengaruhi daya saing bangsa.

Program aksi kedua adalah reformasi sistem kesehatan. Jokowi-Ma'ruf menganggap manusia yang sehat akan lebih produktif. Karenanya, peningkatan sarana kesehatan dan pelayanan akan ditingkatkan.

Porgram aksi ketiga adalah mengembangkan reformasi sistem pendidikan. Pemerataan sarana pendidikan di berbagai wilayah bakal dilakukan. Bagi pasangan calon nomor urut 01, hal itu dapat membuat kualitas pendidikan merata.

Program aksi keempat yaitu revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi. Jokowi - Ma'ruf menganggap perlu merevitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi sesuai dengan kebutuhan dunia industri dan perkembangan teknologi.

Program aksi kelima yakni menumbuhkan kewirausahaan. Dalam hal ini, Jokowi-Ma'ruf bakal mendorong pengusaha-pengusaha muda dari kalangan milenial.

Program aksi keenam adalah menguatkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Jokowi-Maruf ingin mendorong peran penting perempuan Indonesia. Mereka menganggap perempuan adalah penjaga moral keluarga dan masyarakat.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai pembangunan manusia bakal sulit dijalankan secara optimal oleh Jokowi-Ma'ruf jika terpilih pada Pilpres 2019. Dia berkaca dari kampanye Jokowi pada 2014 lalu yang kerap menggaungkan Revolusi Mental.

Menurut Pangi, Revolusi Mental hingga kini tidak jelas penerapannya, begitu pula hasil yang diperoleh. Dia mengatakan pemerintah justru beralih memprioritaskan pembangunan infrastruktur fisik daripada pembangunan SDM melalui Revolusi Mental.

"Panas tahi ayam, di kampanye narasi pembangunan sumber daya manusia semangat, di tengah jalan ditinggalkan dan menguap semangatnya, sama seperti Revolusi Mental," kata Pangi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (18/3/2019).

"Revolusi mental saja sudah enggak jelas ujung ceritanya, tiba-tiba sekarang mau bangun sumber daya manusia, saya melihat hanya sebatas retorika yang bisa saja tidak dijalankan di kemudian hari," lanjutnya.

Pangi menganggap hal itu adalah bukti bahwa Jokowi tidak konsisten. Karenanya, wajar jika ada yang berasumsi bahwa pembangunan manusia tidak dijalankan secara optimal di periode selanjutnya.

Di sisi lain, Pangi juga tidak sepakat jika pembangunan sumber daya manusia yang hanya dikedepankan. Dia menilai pembangunan infrastruktur fisik dan kualitas manusia mesti dilaksanakan dengan seirama. Infrastruktur fisik termasuk penunjang pembangunan kualitas manusia.

"Di Era SBY saya melihat keduanya berjalan. Harus dijalankan keduanya," kata Pangi.

Terlebih, kata Pangi, selama ini Jokowi mau pun Ma'ruf belum pernah menjabarkan secara rinci misi yang akan ditempuh dalam rangka meningkatkan SDM. Pangi melihat itu masih sebatas permukaan.

Jokowi dan Ma'ruf belum pernah menjelaskan apa saja upaya yang akan dilaksanakan secara konkret. Padahal, kata Pangi, Ma'ruf bisa memanfaatkan sesi debat kemarin untuk menjelaskan itu semua.

Pangi khawatir rencana pembangunan SDM hanya menguap begitu saja tanpa ada realisasi. Terlebih, masyarakat Indonesia cenderung pemaaf karena enggan menagih janji pemimpinnya saat kampanye.

"Sehingga capres atau cawapres tidak takut mengobral janji," kata Pangi.

Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno mengungapkan hal berbeda. Menurutnya, pembangunan infrastuktur fisik sudah cukup masif dilaksanakan Jokowi selama ini.

"Tentu perlu pembangunan SDM karena infrastruktur sebagai landasan pemerataan ekonomi dan pembangunan sudah masif. Sekarang giliran SDM yang dibangun," kata Adi.

Dia mengamini masih ada wilayah yang belum terjamah pembangunan infrastruktur. Namun, itu tidak terlalu jadi masalah.

"Sebagian daerah sudah selesai tapi tinggal finishing, tak terlampau jadi beban," ujar Adi.

Perihal Ma'ruf yang tidak menjabarkan langkah dalam membangun SDM saat debat, Adi juga menilai tidak ada yang perlu dipersoalkan.

Sebaliknya, Adi menganggap publik akan melihat secara positif karena Ma'ruf tidak mengungkapkan rencana berbeda dengan Jokowi.

"Positif karena persepsi publik melihat Jokowi dan Ma'ruf seiring seirama dan kompak. Ini penting jelang pencoblosan," kata Adi.

Adi mengamini bahwa Jokowi sudah berulang kali membeberkan rencana prioritas pembangunan SDM meskipun tidak rinci. Ma'ruf pun demikian dalam debat cawapres lalu.

Menurutnya, Ma'ruf seharusnya bisa memanfaatkan waktu saat debat untuk menjelaskan secara komprehensif rencana pembangunan SDM. Namun, hal itu tidak dilakukan.

Adi melihat itu bukan masalah. Dia mengatakan publik juga tidak akan menganggap negatif mengenai hal tersebut.

"Tak ada dampak negatif apa pun karena pemaparan visi-misi sifatnya umum bukan teknis. Teknis bisa diterjemahkan program aksi kalau sudah menang," ujar Adi.

Pangi dan Adi ada benarnya. Sebab, kedua anak bangsa (pengamat) ini jika pendapatnya sama kurang baik dan sehat dalam iklim  demokrasi, apalagi dalam demokrasi liberal yang menjunjung perdamaian.Harus ada check and balancing.

Namun secara fakta, apa yang disampaikan oleh Pangi hari ini terbukti. Revolusi mental 'jualan' Jokowi itu kini ibarat rokok merek Jisamsu akronim dari "Janji Manis Tapi Palsu".

Dalam kurun waktu 8 tahun usia kepemimpinannya, yang nampak dengan kasat mata adalah pembangunan infrastruktur khuhusnya tol yang diperkirakan sudah mencapai ribuan kilometer dan terletak dan tersebar di beberapa provinsi.

Sebagian masyarakat memang menyambut positif kinerja yang mulia Mr Presiden Jokowi. Tapi tak sedikit pula yang mencibir. Kelompok ini beralasan  tol bukan alat atau sarana untuk menyatukan rakyat Indonesia dari Sabang sampe Merauke. Dari Miangas sampai Pulau Rote. Tapi yang menyatukan nya adalah Pikiran. Pikiran seorang Pemimpin yang hebat, berkarakter, berintegritas, bermoral dan tentunya sudah duluan me "revolusi" mentalnya sendiri. Baru 'ditularkan' kepada rakyatnya. Clear! "Jangan bersihkan lantai dengan sapu yang kotor".

Jika itu dilakukan, maka seperti kata ungkapan ". "Ujian terakhir seorang pemimpin adalah ketika dia bisa berada di belakang orang lain untuk menjalankan keyakinan dan kemauannya." - Walter Lippmann

Konsep atau program Revolusi Mental yang menjadi harapan membaiknya peradaban bangsa ini, sejatinya bertujuan positif dan relevan dengan sikon bangsa dan negara ini.

Ia menjadi gerakan kolektif yang melibatkan seluruh anak bangsa dengan memperkuat peran semua institusi pemerintah dan pranata sosial-budaya yang ada di masyarakat dilaksanakan melalui internalisasi nilai-nilai esensial pada individu, keluarga, institusi sosial, masyarakat sampai dengan lembaga-lembaga negara.

Hasil yang ingin dicapai dari revolusi mental adalah upaya membangun budaya bangsa yang bermartabat, modern, maju, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila. Untuk mencapai hasil tersebut, telah disusun Inpres Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) dan Peta Jalan Gerakan Nasional Revolusi Mental.

Bagi pemerintah, GNRM adalah bagian dari kesungguhan untuk memperbaiki standar pelayanan publik, meningkatkan kepuasan warga terhadap pelayanan publik, meningkatkan daya saing produk dan konsumsi dalam negeri, meningkatkan kerukunan warga, meningkatkan kerjasama dan partisipasi dalam pembangunan, meningkatkan kualitas hidup dan kepercayaan di masyarakat, penyederhanaan presedur pelayanan publik, keterbukaan informasi, meningkatkan kepastian pelayanan dan efesiensi biaya pelayanan. Hal-hal itulah yang akan menjadi indikator keberhasilan dari GNRM.

Tiga Pilar Utama

Permasalahan yang masih dihadapi dalam pembangunan lintas bidang revolusi mental, mencakup tiga pilar utama, yaitu kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, dan kepribadian dalam kebudayaan. Berbagai permasalahan yang terkait dengan tiga pilar utama tersebut harus diatasi terlebih dahulu, sehingga pembentukan mental baru dapat terwujud.

Masalah terkait kedaulatan politik misalnya pelembagaan demokrasi belum terbangun dengan baik sehingga rakyat belum sepenuhnya berdaulat secara politik. Kepatuhan dan penegakan hukum masih lemah serta budaya hukum belum tumbuh secara optimal. Selain itu, birokrasi pemerintahan belum efsien dan budaya pelayanan masih lemah.

Terkait kemandirian ekonomi, masih terlihat bahwa daya saing Indonesia masih rendah yang disebabkan oleh praktik ekonomi yang kurang efsien dan produktivitas yang rendah. Di sisi lain, kedaulatan pangan dan energi juga belum optimal.

Adapun masalah terkait kepribadian dalam kebudayaan yang dihadapi di antaranya belum optimalnya pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan kearifan lokal yang relevan dengan kehidupan bermasyarakat. Selain itu, sikap kesetiakawanan dan kekeluargaan perlu diperkuat dalam mengatasi masalah atau melaksanakan suatu hajat dalam kehidupan bermasyarakat.

Jika semua "handicap" revolusi mental ini tidak diatasi atau setidaknya hanya menjadi jualan saat kampanye, maka tak salah jika hari ini rakyat berencana akan melakukan (Revolusi) sendiri dengan mahasiswa sebagai pioner secara masif. Pilihan ini dinilai cukup efektif dan "genuine" dan harus segera dilakukan demi terciptanya peradaban baru, peradaban bangsa yang rakyatnya berdaulat  penuh dalam semua aspek kehidupan. Karena tanpa ada rakyat NKRI ini tidak bisa berdiri kokoh hingga kini.

Dan harus dipahami bahwa rakyat berhak mengganti pemerintahan yang dipilih dan diangkatnya, bila pemerintah tersebut tidak melaksanakan kehendak rakyat, karena rakyat adalah pemilik kekuasaaan atau kedaulatan tertinggi (People Power) atas Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

People Power adalah manifestasi pergerakan kekuatan rakyat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi. Menurut Wikipedia, the free encyclopedia, Pepole power atau Kekuatan Rakyat adalah istilah politik yang menunjukkan kekuatan penggerak populis dari setiap gerakan sosial yang berasal dari pendapat tekad dan pemikiran akar rumput, yang biasanya bertentangan dengan kekuatan korporasi atau politik yang diorganisasi secara konvensional. "Kekuatan rakyat" dapat dimanifestasikan sebagai protes skala kecil atau kampanye untuk perubahan lingkungan atau sebagai tindakan revolusioner yang luas yang melibatkan demonstrasi jalanan nasional, penghentian kerja dan pemogokan umum yang berniat untuk menggulingkan pemerintah dan / atau sistem politik yang ada mungkin pergerakan ini tanpa kekerasan.

Kita semua hanya bisa berdoa minta Tuhan sang Khalik untuk "mengintervensi" kekuasaan yang menurut rakyat sudah lebih parah dari era Orde Baru ini. Tuhan tidak tidur. Renungkan itu!

"Akan ada tangan baru yang datang dan membuat kisah baru yang untuk membuat skenario Tuhan lebih indah."....Semoga!


*)Penulis: adalah Penerima Anugerah Press Card Number One (PCNO).