Penerapan Teknologi Tepat Guna Paludikultur Endemik Lokal di Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak

Sabtu, 03 September 2022

Dr.Elfis, M.Si

Keberadaan jaringan kanal-kanal di lahan gambut yang demikian banyak dan Panjang-panjang merupakan cikal bakal penyebab keringnya gambut sehingga mudah terbakar. Kebakaran di lahan gambut yang terjadi hampir setiap tahun saat musim kemarau telah menimbulkan kerusakan dan terganggunya ekosistem gambut dalam tingkatan yang sangat mengkhawatirkan. 

Oleh karena itu diperlukan adanya solusi permanen untuk mencegah kebakaran dimasa-masa mendatang dan akhirnya terjadi perbaikan terhadap kondisi dan fungsi ekositem gambut secara menyeluruh. Pemulihan ekosistem gambut meliputi teknik/tata cara restorasi tata air (rewetting) serta teknik rehabilitasi vegetasi baik pada daerah-daerah dengan fungsi lindung maupun fungsi budidaya. 

Beberapa cara yang sesuai dan direkomendasikan seperti pengembangan budidaya tanaman yang tidak memerlukan drainase (paludiculture), sistem surjan, dan kolam beje. Paludikultur adalah budidaya tanaman  dengan menggunakan jenis-jenis tanaman rawa (tanaman lahan basah) yang tidak memerlukan adanya drainase air gambut. 

Ekosistem hutan rawa (termasuk rawa gambut) adalah hutan yang tumbuh pada daerah-daerah yang selalu tergenang air tawar, tidak dipengaruhi iklim, tetapi dapat dipengaruhi oleh pasang surut. Paludikultur berarti penggunaan lahan rawa (dan rawa gambut) secara produktif dengan cara-cara yang melindungi gambut. 

Kondisi rawa dan rawa gambut yang jenuh air tetap dijaga tanpa pembuatan drainase, bahkan pada kondisi yang sudah terdrainase, akan diupayakan untuk melakukan penutupan drainase atau saluran air sehingga gambut akan basah kembali. Paludikultur merupakan alternatif pengelolaan lahan gambut yang bertanggungjawab. 

Sistem paludikulutur dimaksudkan agar lahan gambut tetap dapat memproduksi biomassa pada kondisi lahan gambut yang basah dan/atau dibasahkan kembali, menjaga kelestarian jasa ekosistem dan dapat menyediakan akumulasi karbon. Produk-produk paludikultur dapat menyediakan komoditas yang meliputi pangan, pakan, serat dan bahan bakar, serta bahan baku industri.

Pemilihan jenis tanaman untuk rehabilitasi vegetasi kawasan bergambut mempertimbangkan hal–hal sebagai berikut: (a) Keberadaan jenis dominan, (b) Sifat dan karakteristik tiap jenis terutama respon terhadap genangan dan cahaya matahari, (c) Kondisi areal terkait penutupan vegetasi, kondisi tanah dan kondisi genangan (Dohong, et al 2014).  

Selain pertimbangan–pertimbangan di atas, pemilihan jenis juga dapat memperhatikan hal–hal sebagai berikut: (a) secara teknik dapat diterapkan (technically applicable), (b) secara ekonomi menguntungkan (economically veasible), (c) Secara sosial dapat diterima masyarakat dan berkeadilan (socially acceptable), (d) Ramah lingkungan (environmentally sound) dan (e) adaptif terhadap kondisi basah (Bonn, et al 2014). 

Terlepas dari pertimbangan-pertimbangan di atas, berdasarkan lokasi tanamnya jenis-jenis yang dapat ditanam di zona penyangga, merupakan jenis yang mampu menjadi penyangga (barrier) terhadap jenis-jenis yang ditanam di zona budidaya, yang biasanya memiliki kemampuan penyebaran benih yang tinggi.

Jenis-jenis yang dapat ditanam dalam kegiatan rehabilitasi di zona penyangga adalah jenis tanaman tahunan berkayu seperti  Resak (Vatica rassak), Ramin (Gonystylus bancanus), Punak (Tetramerista glabra), Blangeran (Shorea balangeran), Pulai (Alstonia pneumatophora), Nyatoh (Palaquium sp.), Jelutung (Dyera polyphylla), dan Medang telur (Stemonourus scorpioides).

Tiap jenis memiliki teknik budidaya di lahan tergenang atau paludikultur yang khas dan berbeda satu dengan yang lainnya. Berikut ini hal-hal yang perlu diketahui terkait penerapan paludikultur di lahan gambut: (a) vegetasi yang ditanam adalah jenis-jenis tumbuhan lahan basah, yang telah teradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti adanya genangan air, kemasaman tanah yang tinggi dan hara yang terbatas, (b)  tumbuhan yang dapat hidup di rawa dan rawa gambut memiliki mekanisme adaptasi morfologis dan fisiologis. 

Oleh karena itu, pemilihan jenis merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam upaya rehabilitasi dan restorasi ekosistem gambut terdegradasi, (c) jenis-jenis yang akan dibudidayakan dapat disesuaikan dengan nilai komersial dan permintaan pasar, (d) tidak diperlukan adanya pembangunan kanal-kanal drainase, sehingga gambut tetap terjaga basah, (e) terlepasnya (emisi) gas rumah kaca dapat dihindari karena lahan gambut tetap berada dalam kondisi basah dan proses serapan karbon cukup potensial.

Desa Parit I/II Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak tempat bermukimnya KTTJ terletak ditepi Sungai Siak dan didominasi oleh lahan gambut. Lahan gambut merupakan suatu ekosistem yang unik, dan rapuh (fragile), habitatnya terdiri dari gambut dengan kedalaman yang bervariasi mulai dari 25 cm hingga lebih dari 15 m, mempunyai kekayaan flora dan fauna yang khas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. 

Lahan gambut mempunyai peran yang penting dalam menjaga dan memelihara keseimbangan lingkungan kehidupan, baik sebagai reservoir air, rosot dan carbon storage, perubahan iklim serta keanekaragaman hayati yang saat ini eksistensinya semakin terancam. Oleh karena itu, pegelolaan secara bijaksana harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan budaya maupun fungsi ekologi sehingga kelestarian hutan rawa gambut dapat terjamin.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan ditemukan beberapa permasalahan sebagai berikut (a) hamparan gambut yang kurang subur/miskin hara (kandungan unsur hara yang rendah dapat mengakibatkan stabilitas gambut juga rendah, sehingga bahan gambut menjadi mudah rusak/fragile) dan sifat kemasaman yang tinggi sehingga produktivitas buah sawit dan getah karet kurang optimal, (b) kebun sawit sering terbakar pada musim kemarau dan banjir dengan durasi hari yang cukup lama sehingga menyebabkan banyak kematian pada tanaman sawit dan karet, (c) hamparan lahan gambut sudah mulai mengalami penurunan (subsiden), sehingga menimbulkan genangan air yang menganggu tanaman.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dilaksanakan Penerapan Teknologi Tepat Guna Paludikultur Endemik Lokal. Tahapan diawal dimulai dengan pembuatan penyekatan saluran (canal blocking) serta pembuatan demplot applied nucleation pengkayaan keanekaragaman jenis tanaman paludikultur endemik lokal. 

Jenis tanaman paludikultur endemik lokal yang ditanam adalah Ramin (Gonystylus bancanus), Pulai (Alstonia pneumatophora), Jelutung (Dyera polyphylla). Selain itu jenis paludikultur yang yang pada demplot applied nucleation ditanam Pinang merah (Areca catechu) dan Pisang Kepok (Musa spp).

Penerapan teknologi tepat guna paludikultur endemik lokal di Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak melalui pembuatan penyekatan saluran (canal blocking) serta pembuatan demplot applied nucleation pengkayaan keanekaragaman jenis tanaman paludikultur endemik local diharapkan dapat menjadi salah satu pemecahan masalah untuk konservasi lahan gambut yang terkonversi untuk lahan pertanian dan perkebunan, khususnya di Kabupaten Siak serta Provinsi Riau pada umumnya.***