AGROFORESTRI PALUDIKULTUR KOMPLEKS PADA LAHAN GAMBUT BERSKALA KECIL RAMAH LINGKUNGAN DI KABUPATEN SIAK, PROVINSI RIAU

Sabtu, 03 September 2022

Dr. Elfis, M.Si

Provinsi  Riau  merupakan  salah  satu  provinsi  yang  memiliki  lahan  gambut  terluas  di  Pulau Sumatera,  sekitar  56,1%  (4,04  juta  ha)  dari  luas  total  lahan  gambut  di  Sumatera, berpotensi   untuk   mengembangkan   agroforestri   paludikultur.   

Dengan   adanya   agroforestri paludikultur  di  Riau,  diharapkan  dapat  memberikan  nilai  tambah  tanpa  merusak  fungsi  alami lahan  gambut  itu  sendiri.  Dalam  dua  dasawarsa  terakhir,  konversi  lahan  gambut  terutama menjadi lahan pertanian telah merusak lahan gambut dengan segala fungsi ekologisnya.  

Paludikultur  merupakan  implementasi  “ekonomi  hijau  (green   economy)”  atau  “ekonomi amanah  (responsible  economy)”. Pengolahan gambut tanpa bakar oleh masyarakat termasuk dalam  kategori  ekonomi  hijau.  

Sistem  paludikultur  dapat  menjaga  kondisi  gambut  dan memproduksi  biomassa  pada  kondisi  lahan  gambut  yang  basah  dan  dibasahkan  kembali, menjaga  kelestarian  jasa  ekosistem  dan  dapat  menyediakan  akumulasi  karbon.  

Ada  1463 jenis  yang  tumbuh  di  ekosistem  rawa  gambut  dan  baru  sekitar  40%  jenis  yang  diketahui memiliki  nilai  manfaat.  Paludikultur  dikembangkan  dalam  rangka  untuk  mengembalikan kelestarian  ekosistem  gambut  dengan  tetap  memperhatikan  kepentingan  masyarakat  sekitar. 

Dengan adanya dua kepentingan ekologi dan ekonomi tersebut, dalam bab ini dibahas beberapa jenis  pohon  yang  berpotensi  untuk  dikembangkan  pada  sistem  paludikultur,  meliputi  sebaran tempat   tumbuh,   budi   daya   dan   pertumbuhan,   serta   kemampuan   adaptasi   dalam   sistem paludikultur  dan  prospek  ekonominya.  

Pemilihan  jenis-jenis  paludikultur  dilakukan dengan  mempertimbangkan  manfaat  dari  hasil  yang  dapat  diperoleh,  yaitu  (1)  penghasil pangan  (termasuk  karbohidrat,  buah,  bumbu,  sayur,  minyak  nabati),  (2)  penghasil  serat (sebagai  alternatif  substitusi  bahan  baku  pulp  dan  kertas),  (3)  sumber  bio-energi,  (4)  sumber obat-obatan,  (5)  penghasil  getah,  (6)  hasil  hutan  ikutan  lainnya  (rotan,  bahan  penyamak  kulit, bahan baku obat nyamuk, dll), dan (7) jenis bernilai konservasi.

Ekosistem gambut merupakan salah satu ekosistem penting yang berperan dalam pembangunan di  sektor  kehutanan.  Kerusakan  ekosistem  gambut  yang  disebabkan  oleh  berbagai  faktor, termasuk  pembukaan  gambut,  pembangunan  kanal,  perubahan  tutupan  lahan  dan  kebakaran. 

Ekosistem   gambut   sangat   ringkih   (fragile),   karena   itu   tindakan   pengelolaannya   perlu memperhatikan  tipologi  dan  karakter  alaminya.  Untuk  memulihkan  ekosistem  gambut  yang rusak,  diperlukan  sistem  dan  teknik  yang  sesuai,  yaitu  paludikultur,  dengan  memperhatikan aspek ekologi, produksi dan sosial ekonomi. 

Sebagai salah satu teknik restorasi dan budi daya di   lahan   gambut,   paludikultur   diyakini   mampu   mengembalikan   kondisi   bioisik,   fungsi ekologis,  dan  bahkan  berpotensi  mengembalikan  fungsi  ekonomi  ekosistem  gambut.  

Riau, merupakan provinsi dengan lahan gambut terluas di Pulau Sumatera yaitu sekitar 56,1% (4,04 juta ha) dari luas total lahan gambut di Sumatera yang terkosentrasi pada Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Siak, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hilir dan  Kabupaten  Indragiri  Hilir.  

Potensi  lahan  gambut  Riau  ini  perlu  dikelola  secara  arif sehingga dapat memberikan nilai tambah tanpa merusak fungsi alami lahan gambut itu sendiri. Salah  satu  upaya  untuk  menjaga  pelestarian  lahan  gambut  di  Riau  adalah  melalui  penerapan agroforestri   paludikultur.   

Urgensi   dari   penelitian   ini   adalah   untuk   merumuskan   strategi pengembangan  agroforestri  paludikultur  kompleks  pada  lahan  gambut  berskala  kecil  ramah lingkungandi  Provinsi  Riau.

Melalui  sistem  agroforestri  paludikultur  yang  cocok  maka  dapat meningkatkan   produktivitas   dan   pendapatan   para   petani/pekebun,   petani/pekebun   juga diharapkan  dapat  berperan  aktif  dalam  usaha  penyelamatan  dan  pencegahan  kerusakan  hutan dan   lahan   gambut   serta   mendukung   program   pertanian   yang   berkelanjutan   (sustainable agriculture). 

Penelitian  awal  ini  difokuskan  kepada  implementasi  agroforestri  paludikultur kompleks  pada  lahan  gambut  berskala  kecil  dengan  pemilihan  beberapa  tanaman  pertanian yang  dikombinasikan  dengan  beberapa  jenis  pohon  paludikultur  yang  ramah  lingkungan  dan diarahkan  untuk  penyediaan  subtitusi  pangan  guna  mendukung  pertanian  yang  berkelanjutan.

Beberapa  penelitian  menunjukkan  bahwa  praktek  agroforestri  berdasarkan  kearifan lokal  dapat  mengurangi  degradasi  lahan  gambut,  mengatasi  permasalahan  kebutuhan lahan  pertanian  dengan  tetap  mempertahankan  fungsi  hutan  dan  lingkungan  bahkan  dapat dijadikan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan pemanasan global dan kemiskinan.  

Selain  itu,  beberapa  hasil  penelitian  tentang  agroforestri  paludikultur,  berperan  dalam  (1) Konservasi  lahan,  air  dan  keanekaragaman  hayati,    (2)  Penambahan  unsur  hara  lahan,  (3) Pengendalian iklim mikro, (4) Penambahan cadangan karbon (5) Menekan serangan hama dan penyakit dan (6) Peningkatan pendapatan petani.

Metode one village one product movement adalah sebuah metode dengan melibatkan masyarakat lokal sebagai   aktor   utamanya   dianggap   mampu   untuk   menjadi   sebuah   model   pengembangan agribisnis partisipatif untuk pengembangan komoditas unggulan daerah yang mampu bersaing di  pasar  internasional.  

Dengan  metode  ini  pemerintah  daerah  bersama  penduduk  lokal  akan bekerja   sama   untuk   membuat one   village   one   product   movement.   Tiga   prinsip   utama mengembangkan one  village  one  product  movement  yaitu:  pemilihan  produk  yang  dijadikan komoditas unggulan daerah sehingga mampu bersaing di pasar dunia. 

Lima konsep one village one  product  movement  yaitu:  (1)  mengidentifikasi  kemampuan  sumber  daya  lokal  yang berpotensi tinggi dalam mengaktualisasikan pengembangan wilayah; (2) memiliki nilai tambah pada keunikan produk daerah; (3) meningkatkan daya saing produk tersebut melalui perbaikan kualitas dan keunikannya, kreativitas dan inovasi oleh penduduk lokal; (4) membuat satu atau dua  produk;  dan  (5)  kepemimpinan  yang  baik.  Untuk  meningkatkan  partisipasi  masyarakat setempat, maka perlu mengembangkan informasi, intermediateri, institusionalisasi stakeholders dan  inisiative.  

Berdasarkan  beberapa  penelitian  sebelumnya,  dapat  dilihat  bahwa  kajian tentang  penelitian  agroforestri  paludikultur  di  Indonesia  yaitu  berkaitan  dengan  aspek-aspek silvikultur, lingkungan, sosial, dan ekonomi. Penelitian tentang agroforestri khususnya tentang penguatan  praktik  agroforesti  paludikultur  untuk  mendukung  penyediaan  jasa  ekosistem,  juga menjadi  salah  satu  topik  penelitian  prioritas  dalam  strategi  nasional  Tahun  2013-2030.

Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian  berkelanjutan  harus  dimulai  dari  perencanaan  penataan  lahan  yang  disesuaikan dengan   karakteristik   lahan   gambut   setempat,   dan   komoditas   yang   akan   dikembangkan. Penataan lahan meliputi aktivitas mengatur jaringan saluran drainase, perataan tanah (leveling), pembersihan  tunggul,  pembuatan  surjan,  guludan,  dan  pembuatan  drainase  dangkal  intensif. 

Dimensi  dan  kerapatan  jaringan  drainase  disesuaikan  dengan  komoditas  yang  dikembangkan apakah untuk tanaman pangan, sayuran, perkebunan.

Pentahapan  kegiatan  meliputi  (1)Survey  tapak lokasi  untuk  pembuatan  demplot  agroforestri paludikultur  kompleks  pada  Kelompok  Tani  Jaya  Mamur  di  Desa  Parit  II  Kecamatan  Sungai Apit Kabupaten Siak, (2) Olah tanah gambut untuk pembuatan demplot agroforestry termasuk pemberian  ameliorasi  untuk  mengatasi  kendala  reaksi  tanah  masam  dan  keberadaan  asam organik beracun, sehingga media perakaran tanaman menjadi lebih baik. Kapur, tanah mineral, pupuk  kandang  dan  abu  sisa  pembakaran  dapat  diberikan  sebagai  bahan  amelioran  untuk meningkatkan pH dan basa-basa tanah, (3) Pemupukan diperlukan karena secara inheren tanah gambut sangat miskin mineral dan hara yang diperlukan tanaman. 

Jenis pupuk yang diperlukan adalah  pupuk  lengkap  terutama  yang  mengandung  N,  P,  K,  Ca,  Mg  dan  unsur  mikro  Cu,  Zn dan  B.  (4)  Pemilihan  jenis  pohon  paludikultur  yang  ramah  lingkungan  dan  diarahkan  untuk penyediaan  subtitusi  pangan  guna  mendukung  pertanian  yang  berkelanjutan  (sustainable agriculture),   (5)   Pemilihan   jenis   tanaman   pertanian   yang   akan   dikombinasikan   dengan paludikultur, (6) Pembuatan demplot, penanaman, perawatan.

Saat  ini  telah  tercatat  sekitar  134  jenis  spesies  tanaman  endemik  lahan  gambut  seperti  sagu, ramin, jelutung, belangiran, gelam, dan lain sebagainya, dan juga ada 81 jenis jumlah tersebut diatas  merupakan  jenis  hasil  hutan  bukan  kayu  (HHBK)  seperti  purun,  kangkung,  pakis-pakisan   dan   lain   sebagainya   yang   merupakan   jenis   yang   dapat   dikembangkan   dalam Paludikultur. Jenis pohon yang akan digunakan pada penelitian ini sebagai paludikultur adalah jelutung  rawa  (Dyera  lowii)  dan  punak  (Tetramerista  glabra)   sertau gaharu  (Aquilaria malaccensis).  

Budidaya  ketiga  jenis  pohon  ini  karena  karakter  tumbuhan  ini  spesies  rawa  asli gambut, dapat memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga dapat menghasilkan biomassa (bahan biologis  dari  tanaman)  yang  akan  berkontribusi  pada  pembentukan  gambut  dalam  jangka Panjang.

Tanaman  palawija  dan  hortikultura  seperti  padi,  jagung,  singkong,  buncis,  dan  beragam  sayur lainnya  merupakan  pilihan  tanam  yang  menjadi  prioritas  pilihan  untuk  dibudidayakan  dengan konsep  agroforestri  paludikultur  kompleks,  karena  waktu  panennya  yang  memakan  waktu cenderung lebih singkat. Jenis tanaman pangan yang akan dikombinasikan dengan jenis pohon paludikultur    sehingga    membentuk    agroforestry    paludikultur    kompleks    adalah    pisang kepok/pisang tanduk, semangka/melon, jagung manis.***