KPK Kembali Periksa 12 Bendahara Dinas dan Setdakab Meranti

Jumat, 12 Mei 2023

Kepala Bidang Pemberitaan KPK, Ali Fikri

MERANTI -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil bendahara di lingkungan Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti, Jumat (12/5/2023). KPK mendalami kasus dugaan korupsi, gratifikasi dan suap yang melibatkan Bupati Kepulauan Meranti nonaktif, Muhammad Adil.

Kepala Bidang Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan, tim penyidik memeriksa 12 orang bendahara, yang berasal dari dinas dan Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan (Setdakab) Kepulauan Meranti. Selain itu, tim penyidik KPK juga memeriksa seorang asisten pribadi Bupati Kepulauan Meranti.

M Adil ditetapkan sebagai tersangka tiga kasus yakni dugaan korupsi pemotongan anggaran di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), gratifikasi pengadaan jasa umrah dan suap auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Riau.

Perkara itu juga melibatkan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih dan M Fahmi Aressa selaku Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau. Ketiga tersangka telah ditahan.

"Pemeriksaan saksi untuk tersangka MA (Muhammad Adil, red) dan kawan-kawan (Ditia Nengsih, dan M Fahmi Aressa," ujar Kepala Bidang Pemberitaan KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Jumat, siang.

Ali Fikri menjelaskan, para saksi diminta keterangan terkait pengetahuannya mengenai tindak pidana korupsi yang melibatkan M Adil, Fitria Nengsih dan M Fahmi Aressa.

"Berupa pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya Tahun Anggaran 2022 sampai 2023, penerimaan fee jasa travel umrah dan dugaan korupsi pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti," jelas Ali Fikri.

Pemeriksaan para saksi tersebut dilakukan di Kantor Polres Kabupaten Kepulauan Meranti Jalan Perumbi Alai Kelurahan Insit, Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti.

Ali Fikri menyebut, saksi tersebut adalah Masnani selaku Asisten Pribadi (Bidang IT dan Media) Bupati Kepulauan Meranti, Andrei Putra Zirma selaku Bendahara Dinas Perhubungan Pemkab Kepulauan Meranti, Hasnijar selaku Bendahara Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian Pemkab Kepulauan Meranti.

Angga Herve selaku Bendahara Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, dan Tenaga Kerja Pemkab Kepulauan Meranti, Martin Farianto selaku Bendahara Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemkab Kepulauan Meranti, Eko Meirendra Bendahara Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata Pemkab Kepulauan Meranti.

Selanjutnya, T Ahmad selaku Bendahara Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Pemkab Kepulauan Meranti, Dhedy Triwardana selaku Bendahara Dinas Perikanan Pemkab Kepulauan Meranti, Nurul Wachidah selaku Bendahara Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemkab Kepulauan Meranti.

Mazlan selaku Bendahara di Setda Pemkab Kepulauan Meranti, Krisna selaku Bendahara di Setda Pemkab Kepulauan Meranti, Andika Rizal Bendahara di Setda Pemkab Kepulauan Meranti dan Olivia Mery Bendahara di Setda Pemkab Kepulauan Meranti.

Sebelumnya pada Kamis (11/5/2023), tim penyidik KPK juga memeriksa 12 orang bendarahara dinas, dan seorang bendahara dinas di Pemkab Kepuluan Meranti. Pemeriksaan juga dilakukan pada seorang bendahara swasta.

Mereka adalah Harlis Susanto selaku Bendahara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemkab Kepulauan Meranti, Liza Kumalasari selaku Bendahara Dinas Kesehatan Pemkab Kepulauan Meranti, Cecep Pranata selaku Bendahara UPT Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Kepulauan Meranti.

Adi Putra selaku Bendahara Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemkab Kepulauan Meranti, Adi Santoso selaku Bendahara Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemkab Kepulauan Meranti, Dewi Safitri selaku Bendahara Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, Pertanahan dan Lingkungan Hidup Pemkab Kepulauan Meranti.

Kemudian, Syafizal Johan selaku Bendahara Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pemkab Kepulauan Meranti, T. Reni Yulianti selaku Bendahara Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran Pemkab Kepulauan Meranti, Eka Faradila Shinta selaku Bendahara Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Pemkab Kepulauan Meranti.

Fitri Royani selaku Bendahara Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Pemkab Kepulauan Meranti, Titin Mudrikah selaku Bendahara Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemkab Kepulauan Meranti, Dian Anggarena selaku Bendahara Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pemkab Kepulauan Meranti dan Endang Afrina dari swasta.

Sebelumnya Ali Fikri menyebut, M Adil diduga memerintahkan para kepala SKPD untuk melakukan setoran uang yang sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU).

"Masing-masing SKPD kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang pada MA. Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan MA dengan kisaran 5 % sampai dengan 10 % untuk setiap SKDP," jelas Ali Fikri.

Selanjutnya setoran UP dan GU dalam bentuk uang tunai disetorkan kepada pada Fitria Nengsih yang menjabat Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, sekaligua orang kepercayaan M Adil.

"Setelah terkumpul, uang-uang setoran tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan MA diantaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan MA untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau ditahun 2024," ungkap Ali Fikri.

M Adil juga menerima gratifikasi sebesar Rp1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah (TM) yang bergerak di bidang travel perjalanan umrah pada Desember 2022. Uang itu diterima M Adil melalui Fitria Nengsih yang juga menjabat Kepala Cabang PT TM untuk proyek pemberangkatan umrah bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.

Sementara di kasus suap, M Adil berupaya agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti tahun 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh Wajar Tanpa Pengecualian. "MA bersama-sama FN memberikan uang sekitar Rp1,1 miliar pada MFH selaku Ketua Tim Pemeriksa BPK Perwakilan Riau," ungkap Ali Fikri.

Dari hasil penyidikan sementara, M Adil diduga menerima uang sekitar Rp26, 1 miliar. Uang itu berasal dari berbagai pihak.

Akibat perbuatan itu, M Adil dijerat pasal berlapis, yakni sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagai pemberi suap,, M Adil melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Fitria Nengsih sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

M Fahmi Aressa sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.