M Adil Banding Divonis 9 Tahun, JPU Masih Pikir-pikir

Jumat, 22 Desember 2023

PEKANBARU - Bupati Kepulauan Meranti nonaktif, Muhammad Adil, divonis 9 tahun penjara karena melakukan korupsi. Tidak terima, M Adil menyatakan banding.

Hal itu disampaikan M Adil setelah majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru yang diketuai M Arif Nuryanta Kamis (21/12/2023) petang.

"Banding," ujar M Adil sesaat sebelum meninggalkan ruang sidang.

M Adil menilai, ada fakta-fakta persidangan yang diabaikan. Ia menyebut, pernyataan banding segera dimasukkan ke pengadilan. "Satu, dua hari lah," kata M Adil.

Kekecewaan terlihat jelas dari wajah M Adil. Namun, pria yang pernah berseteru dengan Kementerian Keuangan itu tetap mengacungkan dua jempol kepada pengunjung sidang.

Beda dengan M Adil, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupai (KPK) justru masih pikir-pikir dengan vonis hakim, kendati hukuman yang diberikan sama dengan tuntutan.

JPU, Ikhsan Fernandi mengatakan, terdakwa berhak mengajukan upaya hukum, pikir-pikir selama 7 hari, langsung banding atau menerima hukuman.

"Kalau kami tetap akan pikir-pikir. Selanjutnya akan menunggu petunjuk pimpinan," ujar Ikhsan.

Hakim sebelumnya memvonis M Adil dengan penjara selama 9 tahun, denda Rp600 juta dengan ketentuan jika tidak dibayarkan diganti hukuman 6 bulan kurungan.

Hakim juga menghukum M Adil membayar uang pengganti Rp17.821.923.078. Dengan ketentuan jika tak dibayarkan diganti kurungan selama 3 tahun.

Uang sebesar Rp720 juta yang disita KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) pada 6 April 2023, juga disita untuk negara.

Hukuman itu sama dengan tuntutan JPU. Hanya berbeda pada subsider uang pengganti yakni 5 tahun kurungan.

Sebelumnya JPU dalam amar tuntutannya menyebut, M Adil melakukan tindak pidana korupsi pada 2022 hingga 2023, bersama Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih, dan auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) M Fahmi Aressa.

Tindakan korupsi itu berupa, pemotongan 10 persen Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada kepala organisasi Perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.

Penyerahan uang dari OPD itu dibuat seolah-olah sebagai utang. Padahal OPD tidak mempunyai utang kepada terdakwa. Namun mengingat M Adil adalah alasannya dan loyalitas, maka OPD mau menyerahkan uang.

Uang diserahkan oleh kepala OPD melalui Fitria Nengsih, Dahliawati dan sejumlah ajudan Bupati M Adil. Selanjutnya uang miliar rupiah diberikan kepada M Adil.

Dari pemotongan UP dan GU itu, pada tahun 2022, M Adil menerima uang sebesar Rp12 miliar lebih dan pada tahun 2023 menerima Rp 5 miliar lebih. Total uang pemotongan UPdan GU yang diterima terdakwa selama dua tahun sebesar Rp17.280.222.003,8.

Kedua, M Adil menerima suap dari Fitria Nengsih selaku kepala perwakilan PT Tanur Muthmainah Tour (TMT) di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp750 juta. PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jemaah umrah program Pemkab Kepulauan Meranti.

Jemaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan dana APBD Tahun 2022. PT TMT memberangkatkan 250 jemaah dan M Adil meminta fee Rp 3 juta dari setiap jemaah yang diberangkatkan.

Ketiga M Adil bersama Fitria Nengsih pada Januari hingga April 2023, memberikan suap kepada auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa sebesar Rp1 miliar lebih dengan maksud agar Kabupaten Kepulauan Meranti dapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 2022.

Atas dakwaan itu, M Adil dinyatakan bersalah melanggar Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Kedua, melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.

Dan ketiga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 junctho Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP.