PIONIR PAHLAWAN TANPA TANDA JASA

Rabu, 17 Januari 2024

By: Dr. Anwar Bet, Sp.PD

Jasadnya sudah lama terkubur di negeri orang,  hampir 150 tahun yang lalu. Lahir di Pidoli Lombang, Panyabungan, dengan nama Sati Nasution gelar Sutan Iskandar meninggal di Amsterdam tahun 1876.

Beliau dikenal dengan nama Willem Iskander.  Perannya dalam meningkatkan pendidikan di Mandailing tidak bisa diabaikan.

Jauh sebelum Ki Hajar Dewantara mendirikan taman siswa tahun 1922, Willem Iskander sudah mendirikan sekolah guru di Panyabungan tahun di 1862. Dia pernah dua kali mengenyam pendidikan di negeri Belanda.

Untuk pengembangan pendidikan di Indonesia/ Hindia Belanda  dia pernah membawa tiga orang pribumi ke negeri Belanda untuk di didik menjadi guru.

Sayang dua dari tiga yg di kirim meninggal di Belanda dan satu lagi pulang  ke Indonesia karena sakit sebelum menyelesaikan pendidikan.

Terobosan pendidikan yang dilakukannya adalah tidak ada perbedaan jenis kelamin dan warna kulit dalam menerima pendidikan.

Saat itu wanita jarang menerima pendidikan di sekolah dan lebih mementingkan kulit putih dibanding penduduk pribumi.

Selain seorang pelopor pendidikan dia beliau seorang sastrawan. Banyak buku karangan beliau, salah satu yang terkenal adalah buku sibulus bulus si rubuk rubuk.

Buku yang berisikan kumpulan prosa dan puisi. Buku ini pernah menjadi rujukan pejuang kemerdekaan di Mandailing, sehingga penjajah Belanda melarang peredaran buku ini dan membuang beberapa orang pejuang kemerdekaan ke Digul, Papua.

Sati Nasution adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Ayahnya adalah raja pidoli lombang Panyabungan, Mandailing Natal. Nama Willem Iskander diberikan kepadanya ketika dia pindah agama dan menganut agama Kristen di Belanda tahun 1858.

Dia menikah dengan seorang wanita Belanda bernama maria Christina J W dan pernikahannya tidak begitu lama dan dari catatan yang ada dia tidak mempunyai keturunan.

Kematiannya sungguh mengenaskan. Karena depresi yang berkepanjangan,dengan letusan senjata api di kepala, dia mengakhiri hidupnya dalam usia 36 tahun di tahun 1876.

Sebagai seorang guru dia mempunyai puluhan murid yang tersebar di berbagai daerah, mulai dari Barus, Tukka,  daerah Angkola dan Mandailing Natal.

Selamat jalan pionir dan pejuang pendidikan,  jasa dan kegigihanmu dalam memajukan pendidikan akan selalu diingat dan menjadi inspirasi buat generasi berikutnya.
              ( Abepas 77 )