Dukung Presiden Jokowi, Apkasindo Gelar Sosialisasi UUCK

Senin, 12 Juli 2021

Sekjend. Apkasindo & Ketua DPW Apkasindo Riau

Pekanbaru - Riau Negeri Minyak, begitulah kata orang. Tak hanya di perut , di dada Bumi Riau juga terhampar sekitar 4,05 juta hektar sumber minyak nabati; kelapa sawit. 

Oleh luasan itu pula, dari 16,38 juta hektar kebun kelapa sawit di Indonesia, Riau menjadi pemuncak kebun kelapa sawit di level provinsi. 

Data Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) yang dirangkai dari hasil kajian Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregional Sumatera Kementerian LHK menyebut, dari luasan 4,05 juta hektar tadi, 64% atau setara dengan 2,6 juta hektar adalah kebun swadaya, sisanya milik perusahaan perkebunan swasta dan negara. 

Hanya saja, dari total luasan tadi, ternyata ada yang diklaim masuk dalam kawasan hutan. Mayoritas yang diklaim dalam kawasan hutan itu milik pekebun swadaya tadi. 

Sempat juga para pekebun ini kelimpungan, apa lagi saat oknum-oknum memanfaatkan klaim kawasan itu untuk meraup keuntungan pribadi. 

Dan, rata-rata para pekebun itu tidak pernah tahu tentang apa itu klaim kawasan hutan. 

Yang mereka tahu --- khususnya mereka yang mayoritas membeli lahan --- hanya gimana caranya supaya lahan yang dibeli itu, kelak bisa menghasilkan untuk bisa merubah hidup menjadi lebih baik. 

Belakangan, persis November 2020, Pemerintah Jokowi menjawab kelimpungan para pekebun itu dengan menghadirkan Undang-undang nomor 11 tentang Cipta Kerja (UUCK) sebagai solusi. 

Sederet Peraturan Pemerintah (PP) terkait solusi penyelesaian klaim kawasan itu pun dihadirkan pada Februari 2021 lalu. 

Setidaknya ada tiga PP yang berkaitan dengan penyelesaian klaim kawasan hutan tadi; PP 23, 24 dan 43 dan trakhir di Permen LHK Nomor 8, 7, dan 9 tahun 2021. Dan yang membikin pekebun mulai bisa menarik napas lega, bahwa pekebun yang berada dalam klaim kawasan hutan tidak dikenai pidana. Ini disebutkan pada penjelasan PP 24 tadi. 

Tentu, kawasan hutan yang dimaksud dalam semua aturan tadi adalah kawasan hutan yang sudah dikukuhkan yang dibuktikan dengan adanya peta temu gelang dan Berita Acara Tata Batas (BATB). Yang namanya tapal batas, tentu harus ketemu dan saling sepakat dengan yang berbatas, tidak boleh sepihak, ujar Prof. Sudarsono, Pengamat Kebijakan Kehutanan dari IPB Bogor. 

Ini persis seperti apa yang diminta oleh pasal 14 dan 15 UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan pasal 1 angka 3 UU 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H). 

Agar para pekebun lebih paham soal alur penyelesaian persoalan klaim kawasan hutan ini, Senin (12/7) DPW Apkasindo Riau menggelar acara 'Diskusi dan Sosialisasi UUCK beserta turunannya' secara hybrid. 

Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi, Kajati Riau, Jaja Subagja, Kadis LHK Riau, Ma'mun Murod, Kepala BPKH Wilayah XIX, Sofyan, Dewan Pembina DPP Apkasindo, Rusli Ahmad dan Ketua Umum DPP Apkasindo Gulat Medali Emas Manurung, ada di acara yang dipandu anggota Sekjend. DPP Apkasindo, RINO AFRINO, ST., MM., C.APO itu. 

Pakar kehutanan Dr. Sadino, Ketua DPW Apkasindo, KH. Suher dan Ketua GAPKI Riau, Jatmiko K Santosa juga ada di sana. 

Dengan acara ini diharapkan tidak ada lagi Aparat Hukum atau siapapun yang bertindak diluar jalur regulasi Omnibus Law UUCK ini, harus satu sepemahaman gak boleh tafsiran sendiri-sendiri. (GM÷08)