Polisi Proses Pengusaha Sawit Terlapor Dugaan Penggelapan Rp 2,6 Miliar

Ahad, 01 Agustus 2021

Kasus dugaan penggelapan kebun sawit senilai Rp 2,6 miliar dengan terlapor H. Pakpahan (HP), seorang Pengusaha Sawit mulai menampakkan titik terang.

"Sudah gelar perkara. Berkasnya segera kami limpahkan ke Polda Riau," kata Kepala Unit - Kejahatan dan Kekerasan (Kanit - Jatanras), Polresta Pekanbaru, Iptu. Budi Winarko, (31/7).

Menurut Budi, kasus ini, dilaporkan korban (Romadka Purba dan Indra Sukma) ke Polda Riau Agustus 2020 silam.

"Mengingat locus delicty nya di Siak seyogianya yang memproses perkara ini Polres Siak. Kemaren ada kekeliruan. Jadi, Polda akan melimpahkannya lagi ke Polres Siak," kata Budi.

Menurut Asmanidar, S.H., Kuasa Hukum korban kasus ini bermula tahun 2012.  Saat itu HP membeli kebun sawit milik puluhan anggota  Koperasi Dayun Mandiri Bersama (DMB) seluas 569,5 hektare di Dayun, Siak.

Perlu dijelaskan, Romadka Purba adalah Ketua Koperasi DMB  dan Indra Sukma salah seorang anggota Koperasi DMB.

Sesuai kesepakatan di depan Notaris, HP membayar kebun tersebut dengan harga Rp 80 juta per-hektare. Jadi totalnya: Rp 45,5 miliar. Pembayaran dengan sistim kredit melalui take-over bank.

Selain kebun milik Koperasi DMB itu, ada belasan hekatare kebun sawit milik pribadi Romadka dan Indra Sukma yang dibeli HP saat itu.

Kebun ini  akan dibayarnya Rp 80 juta per hektare  secara cash jika sertifikatnya sudah siap. Tetapi, HP saat itu langsung menguasai kebun itu bersamaan dengan kebun milik Koperasi DMB.

BPN Siak kemudian menerbitkan 5 sertifikat untuk lahan milik Romadka Purba dan Indra Sukma. Tiga sertifikat atas nama Romadkan dan dua sertifikat milik Indra Sukma. Tetapi, luasnya hanya 7,5 hektare. Berarti total yang harus dibayar HP Rp 600 juta.

Namun, niat buruk HP mulai terbaca di tahun 2014. Ketika sertifikat atas kebun milik Romadka dan Indra Sukma sudah terbit HP tidak mau membayarnya.

Demikian juga dengan dana cicilan untuk pembayaran kebun anggota Koperasi DMB yang masih tersisa Rp 2 miliar juga tak dibayarnya.

"Berkali-kali Romadka dan Indra menagih. Tetapi Pakpahan itu selalu menghindar dan tidak menggubris," kata H.Sudirjo, salah seorang saksi yang juga korban sebagai anggota Koperasi DMB.

Merasa terus dipermainkan, akhirnya korban Romadka Purba dan Indra Sukma melaporkan H P atas dugaan penggelapan  ini ke Polda Riau Agustus tahun silam.

Sedihnya, 2 bulan setelah melaporkan kasus ini ke Polda Riau, Romadka Purba meninggal dunia. Kini, Istri Alm. Romadka Purba, Emi Lince Rusmiati bersama Indra Sukma meneruskan perjuangan atas hak mereka.

"Kita akan terus melakukan upaya maksimal untuk mendorong agar terduga pelaku segera diproses sesuai hukum yang berlaku," kata Asmanidar. (Ist)