Direktur RSUD Arifin Achmad Laporkan Wartawan ke Polda Riau
Wahhh....! Ada Fakta Baru Terungkap di Pengadilan
Trik Para "Penipu Berdasi" & Manipulasi Kejujuran

By: Wahyudi E Panggabean
Di lingkungan orang-orang munafik, orang jujur adalah penjahatnya.__Al Pacino (Film: The God Father)
SUATU senja. Di rentang, tahun 1926. Al Capone_ seorang Genster paling ditakuti_kedatangan tamu.
Sang tamu, anak muda ber-aksen Eropa elegan. Necis, berpostur tinggi, tampan & berwibawa. "Kenalkan Tuan, aku Count Victor Lustig..."
Ia menjanjikan, jika Capone memberinya 50 ribu dollar, ia bisa menggadakannya. Tentu, meski Capone, memiliki banyak uang, ia tidak langsung percaya. Apalagi, sang Tamu masih asing baginya.
Tetapi, pria yang menawarkan investasi menggiur senja itu, berbeda dari orang-orang sebelumnya. Gaya dan tutur katanya "berkelas". Hingga sang Gengster, akhirnya, sepakat untuk bekerja sama.
Setelah mengambil uang dari brankas, Capone menghitung sendiri lembaran-lembaran dollar itu. Seterusnya, menyerahkannya kepada sang Tamu:
"Oke, gandakan uang ini, dalam waktu enam puluh hari. Seperti kau janjikan tadi. Sang Tamu, pergi dengan uang dalam tas. Lantas, menyimpan uang itu di dalam peti besi.
Uang dalam peti besi tak pernah disentuhnya. Tidak ada rencananya untuk menggandakannya. Kemudian, ia pergi ke kota lain, ke New York, dalam rencana yang sama, dengan sasaran berbeda. Untuk berburu uang juga, tentu saja.
Berselang enam puluh hari, ia mengambil lagi uang dalam peti besi itu. Seterusnya, berkunjung ke markas Al Capone. Kemudian masuk ke ruang kerja sang Gengster. Ia menyaksikan pandangan para "body-guard" Capone, yang menatap dingin.
"Aku benar-benar menyesal Tuan Capone. Tolong maafkan aku, karena rencanaku gagal. Aku gagal. Mohon maafkan aku, Tuan...".
Capone, langsung menatapnya dengan tajam. Dalam hati ia mulai berpikir: "Ke sungai mana mayat anak ini mau kulemparkan..."
Namun, si Pria yang tampak pucat di depan Capone dan para pengawalnya, tiba-tiba berdiri dan merogoh kantong jasnya. Uang 50 ribu dollar masih utuh, diletakkannya di atas meja Capone.
Capone, mulai bingung. "Aku tahu, kau penipu. Aku tahu itu saat kau datang kemari. Aku berharap dua hal: Uang yang digandakan atau uangku lenyap. Ternyata, uangku kembali...".
"Sekali lagi, maafkan aku, Tuan Capone," ujar pria itu seraya mengangkat topinya dan bersiap-siap pergi.
"Ya Tuhan! Kau Jujur!" teriak Capone. "Jika kau sedang mengalami kesulitan, nih kuberi lima ribu dollar untuk membantumu," kata Capone.
Pria itu terperangah. Membungkuk rendah, mengucapkan terima kasih, dengan santun. Ia pun pergi dengan uang itu.
Sesungguhnya, dari awal pria ini hanya mengincar uang $5.000 dollar itu.
Sebuah strategi penipuan dengan modal kejujuran, ketulusan dan kehalusan akal budi. Juga keberanian. Pria itu, Count Victor Lustic, adalah sosok penipu kawakan di era modern.
Ia memahami ilmu psikologi manusia. Bayangkan, dalam beberapa menit saja, ia bisa membaca kelemahan seseorang.
Intinya, sebagian besar manusia membangun benteng pertahanan terhadap para penjahat dan pembuat onar. Tugas penipu, justru merobohkan benteng pertahanan itu. Caranya?
Yah, tunjukkan sikap benar-benar tulus dan jujur. Seberingas apapun sikap seseorang pasti terperdaya. Siapa sih yang berani bermain api di atas mesiu?
Siapa pula, yang berani, menipu Gengster sekaliber Al Capone? Hanya Count yang berani. Senjatanya, kejujuran dan ketulusan.
Lantas, masih relevankah, gaya penipuan yang dimainkan Count, hari ini?
Kenapa tidak?! Bukankah sifat-sifat dasar manusia, selalu stabil sepanjang masa? Tidak ada perubahan. Tetap rentan dipengaruhi.
Justru, "Tidak ada kompartemen kedap air di sifat kita yang paling dalam," ujar Ahli Bedah, Perancis, Alexis Carell.
Hari ini, serba praktis adalah trendy kehidupan. Kemudahan-kemudahan event teknologi, mendorong manusia bersikap serba instan.
Di sisi lain, apa boleh buat, praktisme ini, menjadi wahana paling riil untuk menyemai iming-iming. Sarana beriklan bagi penipu untuk menyasar pihak yang mudah memercayai: yang menjanjikan keuntungan.
Tak pelak, kondisi labil ini, menjadi area bermain para ambisius keberlimpahan, penguasa, politisi serta pemburu money.
Tahukah Anda, bahwa trik dan seni menipu Aparat Penegak Hukum (APH)__sebagai korbannya__, adalah ilmu tertinggi bagi seorang koruptor?
Sebaliknya: Memanfaatkan koruptor, dengan mengeruk hasil korupsinya, saat menjalani proses hukum, adalah "senjata" tercanggih para APH?
Di poros kekuasaan nasional, sepuluh tahun silam, ratusan juta rakyat, dihipnosis oleh kehadiran sosok "dukun" dengan muslihatnya: pura-pura lugu, hidup sederhana. Kesannya, terlihat pro-rakyat melarat.
Di perjalanan kekuasaannya, trik sulapnya terus menguras decak kagum membangun infrastruktur, jalan tol mulus meliku, membelah kawasan isolasi. Menautkan titik-titik marginal.
Wajar, jika strategi licik itu, membuat rakyat berdecak kagum. Sayangnya, saat kekuasaannya, nyaris menginjak garis finish, semesta, membuka tabir strategi "busuk"-nya.
Apa gerangan yang salah dari kedok pembangunan populis itu? "Justru hutang Luar Negeri (LN) membengkak di tengah ironisme. Eskalasi angka-angka di posisi hutang LN tak sebanding dengan realisasi proyeknya selama berkuasa.
Kondisi itu diperparah, ironi yang semakin tajam. Bayangkan, berita santer soal hedonisme dan dinasti keluarga yang dibangunnya, sontak viral, saat perekonomian masyarakat serba megap-megap. Bukankah ini, penipuan?
Di tingkat regional, trik tipu daya yang dibungkus dugaan korup digunakan merehab jalan raya. Jalan rusak. Jalan berlobang.
Nyatanya, ketika diamati saksama, tak lebih dari trik intrik memanipulasi anggaran daerah. Uang rakyat juga yang diembat. Ambil dana APBD untuk merehab jalan Rp 20 milyar misalnya. Yang digunakan hanya 40 persennya. Selebihnya?
"Yah, untuk digunakan keluarganya berfoya-foya. Digunakan untuk gaya hidup hedon," kata seorang Politisi Senior.
Tetapi, apa boleh buat, masyarakat, memang senangnya ditipu. Masyarakat tidak suka integritas. Tidak suka kejujuran. Kejujuran sudah tidak keren. Kejujuran itu, kampungan.
"Saya mengeluarkan uang belasan juta rupiah, untuk meloloskan istri saya jadi guru PPPK," kata tetangga saya, dengan bangganya.
"Kalau tak pakai uang, mana bisa lulus?!" dia memvalidasi sendiri, tindakannya. Padahal, sesungguhnya, dia sudah jadi korban penipuan si Penerima suap.
Penipu, pembohong & pengkhianat merupakan "profesi" klasik seusia peradaban manusia. Di kalangan elite tindakan ini sering dilegitimasi sebagai strategi politisi dalam "bermain".
Pemilik kewenangan, di berbagai pemangku profesi, hipnosisme, sering teramati dalam bentuk yang beragam. Jika tekniknya terlalu kasar, bisa diklaim sebagai pemerasan.
Pada titik ini, difahami, menipu butuh skill dan seni tingkat tinggi. Penipu Tradisional, belajar ilmu perdukunan adalah langkah awal.
Berikut jampi-jampi yang perlu dibuktikannya di hadapan khalayak. Lantas, dia menunggu pasien datang berobat. Berkonsultasi. Ujung-ujungnya...?
Penipu Konvensional era terkini, mesti lihai seputar ilmu digital. Jago memengaruhi calon korbannya tentang investasi berantai. Yang selalu menawarkan keuntungan fulus dalam jumlah berlimpah. Dalam waktu singkat.
Tetapi, Penipu Berdasi lebih mentereng. Hingga, kita tidak menyadari, sebenarnya, kita sudah jadi korbannya.
Mereka, Penipu Berdasi ini, sebagian pemilik kekuasaan, menjadi wakil rakyat, politisi, bahkan, saat ini, ada yang tengah memosisikan diri sebagai calon kepala daerah.
Strategi dan trik yang dimainkan mereka, sangat halus untuk "menyentuh" kebutuhan primer masyarakat. Dari trik ini, mencuat: money politic, "serangan fajar" hingga ke iming-iming kentungan di masa depan.
Menerapkan karakteristik dengan modus operandi yang sederhana. Memakai teori raja-raja masa silam: "Butuh rakyat, saat pergi berburu".
Sesudah berhasil mendapat buruan? Yah..., langsung ganti dengan teori berburu harta karun: "Pergi ramai-ramai, pulangnya, sendirian...".
Terngiang juga diingatan, pesan kolosal dari seorang Filsuf dan Ahli Matematika, Britania Raya, Bertrand Russell:
"Hidup adalah kompetisi. Dari pada Anda jadi korban, lebih baik jadi penjahat".
Masya Allah!***
KPK Periksa 12 Bendahara Dinas di Pemkab Meranti dan Seorang Swasta
PEKANBARU - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 12 orang bendahar.
Janjikan Gaji Rp45 Perbulan, Anggota BIN Gadungan DicidukĀ
PEKANBARU - Anggota Badan Intelijen Negara (BIN) gadungan, MS (40), di.
Akmal Abbas Jabat Kajati Riau, Ketua IKA FH Unri Siap Bersinergi Sosialisasikan Program Kejaksaan
Pekanbaru - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin melakukan mutasi sejumlah pej.
Usut 1,8 Juta Hektar, Kebun Sawit Illegal di Riau
Oleh: Wahyudi El Panggabean*)Alam selalu mampu memenuhi kebutuhan manu.
Ratusan Petani Sawit di Kandis Berharap Penyelesaian Lahan Terklaim Kawasan
By: Syah Arif (Jurnalis .
Kapolsek Kunto Darussalam Pimpin Razia Kafe Remang-Remang & Pakter Tuak
ROKAN HULU: Personil Polsek Kunto Darussalam Polres Rokan Hulu (Rohul), gi.