LANGKAH PREVENTIF INDODAX UNTUK CEGAH PENCUCIAN UANG
Hedonisme di Kursi Gubri
Diduga Diperas Jaksa, Kepsek dan Inspektorat Inhu Diperiksa Kejati
PEKANBARU - Mundurnya puluhan Kepala sekolah (Kepsek) SMP di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) diduga korban pemerasan oleh oknum Kejari Inhu terus bergulir.
Para kepsek dan Inspektorat Inhu dipanggil jaksa pengawasan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Mereka diklarifikasi terkait dugaan pemerasan yang dilakukan oknum di Kejari Inhu.
"Panggilan ada enam orang kepala sekolah yang datang bersama saya. Tapi di luar sepertinya banyak," ujar Kepala Inspektorat Kabupaten Inhu, Boyke Sitinjak, saat ditemui di Kantor Kejati Riau, Senin (20/7/2020).
Boyke mengatakan ada dugaan pemerasan yang dilaporkan para guru ke Inspektorat. Mereka mengaku diperas oleh oknum jaksa di Kejari Inhu terkait pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Pemerasan itu menjadi tekanan mental bagi para kepala sekolah. Ada 63 guru yang mengajukan pengunduran diri. Mereka adalah guru SMP. "Seluruh guru SMP (mengundurkan diri). Totalnya ada 63 orang," kata Boyke.
Terkait hal itu, Boyke sudah melaporkan ke kejaksaan. Dia menyerahkan sepenuhnya penyelidikannya kepada kejaksaan. "Biar kejaksaan yang membuktikannya," kata Boyke.
Sementara, Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) Persatuan Guru RI (PGRI) Taufik Tanjung, mengatakan, selain enam guru yang dipanggil secara resmi, juga ada 5 guru lain. "Resminya ada 6 Kepsek yang sudah dimintai keterangan. Nanti ada lima lagi," kata Taufik.
Taufik menjelaskan, dugaan pemerasan itu sudah terjadi sejak 2016 lalu. "Klimaks kasus ini baru pada 2020," kata Taufik.
Dia menjelaskan jumlah uang yang diminta bervariasi, ada Rp25 juta, Rp45 juta dan Rp60 juta. Untuk penyerahan uang, ditunjuk satu orang kepala sekolah yang dipercaya oleh oknum jaksa tersebut.
"Jadi mereka (Kepsek) itu dipanggil oleh oknum jaksa itu, tidak diperiksa cuman disuruh datang. Kembali lagi, nanti ada satu yang dipilih untuk menyerahkan uang itu," tutur Taufik.
Pemanggilan tidak dilakukan secara resmi tapi hanya melalui telepon. "Yang resmi baru panggilan Kejati ini," tambah Taufik.
Selain oknum jaksa, pemerasan juga dilakukan oleh oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Modusnya, mereka menyurati pihak sekolah seolah-olah mereka sudah melakukan investigasi dan menemukan ada temuan penyimpangan dana BOS.
"Sebenarnya pihak sekolah sudah membalas surat. Mereka juga mengancam kalau 14 hari tidak membalas, mereka akan melaporkan temuan itu ke Kejaksaan," ucap Taufik.
Beberapa bulan kemudian, ada surat lagi dari Kejaksaan, melalui Inspektorat kepada guru-guru itu. "Di situ terjadi tekanan, berupa ancam-ancaman kepada para guru terkait dana BOS," ucap Taufik.
Penyerahan uang terakhir pada tahun 2020. Dari enam orang Kepsek yang diperiksa di Kejati, mereka mengatakan menyerahkan uang Rp35 juta lebih. "Ada Rp210 juta," tutur Taufik.
Armilis Ramaini, S.H.: Wahyudi El Panggabean, Sosok Jurnalis Sejati & Maha Guru bagi Wartawan
"Bagi saya, Wahyudi El Panggabean adalah sosok Wartawan Sejati sekaligus menjadi Maha Guru bagi p.
Polisi Sebut Redaktur Metro TV Korban Pembunuhan
JAKARTA - Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana menyatakan dugaan seme.
Meng-cover 400 Ketenagakerjaan Perusahaan oleh Dua dari Empat UPTD Balai Lapangan.
Laporan: Irawati (Maluku) Unit Pelaksana Tehnis Daerah (UPTD ) B.
Kejati Siapkan Sejumlah Jaksa Ikuti Perkembangan Kasus Pungli Kadiskes Kampar
PEKANBARU - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulain.
Ops Lancang Kuning di Pekanbaru Dimulai Senin Depan, Ini yang Jadi Sasaran Polisi
PEKANBARU - Satlantas Polresta Pekanbaru akan melakukan Operasi Zebra Lanc.