Kanal

Ada-ada Saja, Rektor UIN Suska Tetapkan Forum Dosen Ilegal dan Larang Penggunaan Medsos Tanpa Izin

PEKANBARU  - Menyikapi pelaporan dugaan tindak pidana korupsi remunerasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Aparat Penegak Hukum lainnya oleh para dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Suska Riau, Rektor UIN Suska Riau Prof. Dr. Hairunas, menerbitkan Surat Keputusan Nomor 0964/R/2023 tanggal 18 April 2023 tentang penggunaan media sosial di kalangan Civitas Akademika UIN Sultan Syarif Kasim Riau tahun 2023.

Surat tersebut menetapkan bahwa seluruh grup media sosial (medsos) yang membawa nama UIN Sultan Syarif Kasim Riau wajib mendapatkan persetujuan dari pimpinan sesuai dengan tingkat kepentingan.

Diktum ketiga dalam Surat Keputusan itu juga menetapkan bahwa Forum Dosen yang digunakan pelapor terkait laporan dugaan Korupsi Remunerasi UIN Sultan Syarif Kasim Riau adalah ilegal.

Hal ini mendapat respon dari kalangan dosen dan pegawai di kampus yang dikenal dengan sebutan "Kampus Perjuangan". Ketua Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) UIN Suska Riau, Drs. Iskandar Arnel mengaku keheranannya atas terbitnya SK rektor tersebut yang dinilainya ngelantur.

“Lihat tu, judul SK-nya tentang penggunaan medsos, kok salah satu ketetapannya malah ngelantur hingga menyatakan bahwa Forum Dosen yang digunakan pelapor terkait dugaan korupsi remunerasi adalah ilegal," kata Iskandar, Senin (1/5/2023).

Untuk melaksanakan Surat Keputusannya, Hairunnas juga menerbitkan Surat Nomor B-1341/Un.04/KP.04.1/04 tanggal 27 April 2023 yang memerintahkan agar group media sosial yang membawa nama UIN Sultan Syarif Kasim Riau sebelum penerbitan SK Rektor UIN Suska Riau Nomor 094/R/2023 tanggal 18 April 2023 dibubarkan paling lambat hari ini tanggal 2 Mei 2023.

Kemudian ia juga memerintahkan kepada seluruh unit yang ada di lingkungan UIN Sultan Syarif Kasim Riau untuk mengusulkan nama-nama group dan admin media sosial untuk kemudian di-SK-kan Rektor.

Surat juga ditujukan kepada Ketua Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) UIN Suska Riau, Iskandar Arnel yang juga admin WA grup Asosiasi Dosen UIN Suska Riau bernama Forbet UIN Suska Riau Suska Riau yang bersifat terbatas.

"Bagaimana melaksanakan SK itu ya? Dasar hukumnya bermasalah. Tak satupun yang didasari atas peraturan perundang-undangan terkait, malah justeru menggunakan Peraturan Pemerintah yang tak berlaku lagi untuk Perguruan Tinggi Keagamaan, yaitu PP Nomor 94 Tahun 2014. Padahal, Pemerintah telah menetapkan PP Nomor 46 Tahun 2019 tentang Perguruan Tinggi Keagamaan,” ujarnya.

Lanjutnya Forbet UIN Suska Riau adalah WA yang beranggotakan dosen dan pegawai di lingkungan UIN Suska Riau. Grup itu adalah grup tertutup, dan merupakan ajang silaturahmi sekaligus tukar pikiran, gagasan dan kritik demi kebaikan dan kemajuan UIN Suska Riau.

"Sederhananya, ini seperti medsos peduli lingkungan lainnya. Lah, untuk silaturahmi, tukar pikiran dan peduli kok harus minta izin dan di-SK-kan dulu nama dan adminnya oleh Rektor,” tuturnya.

Ia menambahkan daripada ngutak-ngatik sana-sini, ditambah momen Idulfitri 1444, sebaiknya Rektor memperbaiki kinerjanya, dan tidak bertindak represif terhadap kebebasan berpendapat dan iklim demokrasi kampus. Perguruan tinggi harus dikelola secara transparan dan akuntabel.

Pada bagian lain, salah seorang dosen yang juga merupakan Ketua Forum Dosen UIN Suska Riau, Dr. Irwandra, menyampaikan pandangannya terkait dengan terbitnya SK Rektor tersebut.

Menurutnya, terbitnya SK tersebut mengindikasikan bahwa kondisi UIN Suska Riau sedang tidak baik-baik saja. Sejak Prof. Dr. Hairunas menjabat sebagai Rektor UIN Suska Riau banyak persoalan yang muncul, dan lebih luar biasanya, Rektor justru merespon persoalan-persoalan yang tidak sedikit dibicarakan di dalam grup media sosial kampus secara berlebihan.

Intimidasi dan perbuatan yang diduga banyak melanggar peraturan yang berlaku nampaknya tidak diindahkan oleh Rektor. Sikap Rektor yang arogan dan intimidatif kemudian berujung dan ditunjukkan dengan terbitnya SK Rektor yang isinya melarang grup-grup media sosial di kampus kecuali kalau sudah mengantongi persetujuan (izin) dari pimpinan kampus.

Irwandra, lebih lanjut mengatakan tentang sederetan persoalan hukum yang saat ini dihadapi oleh Prof. Dr. Hairunas selaku Rektor UIN Suska Riau adalah belum melaksanakan 2 Putusan Mahkamah Agung RI yang menguatkan Putusan Komisi Informasi Provinsi Riau, di mana Rektor diperintahkan untuk memberikan informasi publik yang bersifat terbuka dan tersedia setiap saat kepada pemohon informasi, yaitu para dosen, pensiunan pegawai dan tenaga kependidikan UIN Suska Riau.

"Saat ini, Rektor juga sedang mengajukan kasasi atas Putusan PTUN Pekanbaru untuk sengketa informasi yang lain, dan juga sedang menghadapi sengketa informasi berkaitan dengan informasi barang milik negara di Komisi Informasi Provinsi Riau," ujar Irwandra.

Beberapa waktu lalu, para dosen juga melaporkan Rektor ke Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) RI terkait dugaan tindak pidana korupsi yaitu pemotongan remunerasi dosen dan tenaga kependidikan UIN Suska Riau yang jumlahnya sekitar 1000 orang lebih.

Pelaporan ini sebenarnya meneruskan niat dan pernyataan Rektor UIN Suska Riau yang disampaikan di beberapa media online.

“Rektor tak mampu menyanggah kebenaran terjadinya dugaan tindak pidana korupsi remunerasi dan dugaan tindak pidana korupsi lainnya yang terjadi di UIN Suska Riau. Seluruh data dugaan korupsi sudah dibahas secara terbuka oleh para dosen dan tenaga kependidikan UIN Suska Riau sebelum dilaporkan ke Aparat Penegak Hukum, Komisi Aparatur Sipil Negara, Kementerian Agama, bahkan kepada Presiden melalui Kantor Staf Presiden,” ungkapnya.

“Ada kesan Rektor panik, sehingga melarang civitas akademika di kampus, termasuk pegawai UIN Suska Riau untuk membuat grup-grup media sosial. Padahal grup-grup media sosial yang selama ini ada sebatas membincangkan persoalan-persoalan kampus, termasuk kebijakan-kebijakan pimpinan yang dianggap oleh warga kampus tidak populer dan diduga melabrak aturan-aturan yang berlaku," lanjutnya.

Masih kata Irwandra, Rektor tidak saja melarang warga kampus untuk bermedia-sosial, tapi sebelumnya pada tahun 2022 juga berupaya untuk memindahkan 2 dosen secara ilegal. Dua orang dosen ini dianggap kritis dan “pengganggu” di kampus, sehingga untuk Irwandra dipindah ke STAI Nurul Hidayah, Selat Panjang, dan Alchudri Munir ke STIT Mumtaz, Karimun. Upaya Rektor untuk memindahkan dua orang dosen gagal karena sudah bocor duluan.

Pada tahun 2023 ini kembali Rektor berupaya untuk memindahkan para dosen ke luar instansi pemerintah dengan alasan Analisis Jabatan UIN Suska Riau, yaitu Irwandra dan Rhonny Riansyah. Yang satu ke IAI Dar Aswaja, Kubu, Rokan Hilir, dan satu lagi ke STAI Paduka, Anambas.

SK tersebut sempat diterbitkan oleh Kepala Biro Kepegawaian Kementerian Agama. Namun atas upaya keberatan administratif serta ditindaklanjutinya Surat Permohonan Perlindungan Hukum kepada Menteri Agama dan Surat kepada Presiden melalui Kantor Staf Presiden, SK tersebut dibatalkan oleh Kepala Biro Kepegawaian Kementerian Agama karena bertentangan dengan Peraturan Kepala BKN Nomor 16 Tahun 2022.

Para Dosen juga sudah melaporkan dugaan pelanggaran kode etik atas terbitnya SK Pemindahan tersebut dan dugaan pidana korupsi remunerasi di UIN Suska Riau kepada Komisi Aparatur Sipil Negara

“Kalau berani, surati saja KPK dan Aparat Penegak Hukum lainnya melalui surat resmi bahwa Forum Dosen yang digunakan pelapor terkait laporan dugaan korupsi remunerasi UIN Sultan Syarif Kasim Riau adalah ilegal, sebagaimana dibunyikan dalam SK Rektor tentang pelarangan media sosial oleh warga kampus. Minta KPK dan APH lainnya untuk tidak memperdulikan laporan itu,” ujarnya lagi.

Sementara itu Rhonny Riansyah dosen yang turut melaporkan dugaan korupsi ke KPK menanggapi dan berharap agar KPK, Kejaksaaan dan Kementerian Agama segera bertindak atas dugaan korupsi yang berlangsung terus di UIN Suska Riau.

"Surat Keputusan Rektor UIN Suska Riau yang menyimpang itu adalah bukti pendukung tambahan, sebuah red flag bahwa dugaan tindak pidana korupsi yang telah dilaporkan para dosen UIN Suska Riau itu memang tak terbantahkan dan berlangsung secara terstruktur dan sistimatis," jelasnya.

Sebelum dilaporkan atas dugaan tindak pidana korupsi, Rektor UIN Suska Riau, Prof. Dr. Hairunas juga telah dilaporkan para dosen ke Kepolisian Daerah Riau atas dugaan fitnah, dugaan penggelapan tunjangan profesi dosen (sertifikasi dosen), serta dugaan penggelapan gaji PNBP dan insentif kinerja.

Jawaban Rektor

Terkait penerbitan dua SK tersebut, Rektor UIN Suska Riau, Prof Hairunas membenarkan terkait penerbitan SK tersebut.

"Iya benar. Karena memang ada beberapa rekan-rekan dosen yang selalu membuat kegaduhan melalui WhatsApp (WA) Group, yang bahasanya juga tidak sehat melampaui batas-batas sebagai dosen yang sudah tidak mengenal etika," kata Prof Hairunas, Selasa (2/5/2023).

Karena itu, lanjut Hairunas, melalui rapat pimpinan yang terdiri dari pimpinan universitas dan dekan-dekan, memikirkan dan mempertimbangkan langkah-langkah yang harus diambil terhadap persoalan-persoalan terkait media sosial di Civitas UIN Suska Riau.

"Dengan begitu, lalulintas media sosial itu terjamin kemaslahatan bagi kegemilangan dan keterbilangan UIN Suska Riau," ujarnya.

Hairunas menyampaikan, penertiban dua SK tersebut juga sudah dibicarakan melalui forum Senat, dan Senat memutuskan mendukung penuh terkait penerbitan surat keputusan itu.

"Atas dasar itu, maka kami jadikan klausul untuk menetapkan bagaimana media sosial bisa diatur sedemikian rupa, sehingga bisa dikawal dan tidak kemana-mana yang bisa menjadi blunder di kalangan masyarakat," sebutnya.

"Bagaimana pun UIN Suska Riau ini milik kita semua, maka kemaslahatannya harus kita jamin bersama-sama. Jadi tidak untuk kepentingan personal atau kelompok kecil yang mengatasnamakan forum dosen dan sebagainya. Pada prinsipnya SK itu kita ingin mengatur lalulintas media sosial saja, agar media sosial terkawal dengan etika-etika sebagai dosen maupun sebagai tenaga pendidik dan juga sebagai mahasiswa," tukasnya. ***

Ikuti Terus Forum Kerakyatan

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER