KPK Diminta Usut Dana Kredit Petani Rp140 Miliar di PTPN IV Regional III:
Konyol, PTPN Kok Menimpakan Semua Kegagalan Mereka dengan Menyebar Fitnah kepada Nusirwan?

PEKANBARU: Di tengah alotnya perjuangan para petani KOPPSA M, Desa Baru, Siak Hulu, Kampar, Riau, atas hak-hak dana pengelolaan kebun mereka dari PTPN IV Regional III, justru muncul trik konyol Perusahaan "Plat Merah" itu berupa fitnah.
"PTPN tampaknya, menimpakan semua trik kotor mereka kepada Nusirwan atas tuduhan penggelapan dana Rp 140 Miliar. Lucu bin aneh," kata Armilis Ramaini, S.H., Kuasa Hukum Nusirwan, di Pekanbaru, Jum'at (24/1) siang.
Nusirwan, adalah mantan karyawan PT Perkebunan Nusantara IV Regional III yang kini menjadi pengurus koperasi petani sawit (KOPPSA M).
Yang lebih konyol, kata Armilis justru fitnah itu disebarkan secara tertulis berupa rils berita dan dikirim ke redaksi media-media berita. Lantas sebagian media memuat rils itu secara sepihak.
"Tanpa lebih dulu meminta klarfikasi berupa konfirmasi dari pihak terberita," katanya.
Untuk itu katanya, atas penyebaran berita bohong yang bersumber dari kuasa hukum PTPN tersebut, pihaknya tengah mempertimbangkan untuk mengambil langkah hukum.
Armilis menyebut, framing dari kuasa hukum PTPN IV Regional III (dahulu PTPN V) bahwa Nusirwan seolah-olah menggelapkan keuangan negara hingga 140 miliar Rupiah jelas misleading dan mengada-ada.
Dana Rp 140 miliar itu, katanya merupakan nilai yang dibayarkan oleh PTPN kepada bank atas dana kredit/pinjaman dari bank untuk pembangunan kebun di Desa Pangkalan Baru.
Dijelaskannya, sejatinya pembayaran kredit perbankan ini diatur dalam perjanjian KKPA dan Keputusan Gubernur Riau No. 7 Tahun 2001.
"Artinya, seharusnya pembayaran kredit perbankan bersumber dari sepertiga hasil kebun," tegas Armilis.
Namun demikian, lanjutnya pada faktanya proporsi sepertiga dari hasil kebun tersebut tidak mencukupi, dikarenakan PTPN lalai dalam menjalankan pembangunan dan pengelolaan kebun sesuai perjanjian KKPA.
"Hingga saat ini setelah hampir 25 tahun kebun dibangun, luasan areal kebun yang dibangun oleh PTPN tidak sampai setengah dari yang diperjanjikan," jelas Armilis.
Armilis mengatakan, luasan kebun yang berhadil dibangun oleh PTPN hanya sekitar 600 ha dari 1650 ha yang diperjanjikan dalam Perjanjian KKPA.
"Parahnya kondisi 600 ha kebun tersebut juga sebagian besar terbengkalai tidak terawat dan tidak maksimal produktifitasnya," keluh Armilis.
Perihal kegagalan PTPN dalam membangun kebun ini, demikian Armilis, sebenarnya telah sejak 2018 diungkapkan oleh laporan dari Pemerintah Kabupaten Kampar melaui laporan dan temuan yang diungkapkan Dinas Perkebunan.
"Hal serupa juga telah menjadi temuan tim KOPPSA-M setelah melakukan audit agronomi atas kebun sawit yang dibangub oleh PTPN," katanya.
Armilis menyebut, tidak optimalnya produksi sawit karena kelalaian PTPN dalam membangun dan mengelola kebun ini, menyebabkan proporsi hasil kebun yang dialokasikan sebagai pembayaran hutang tidak mencukupi.
Karenanya, sebut Armilis PTPN sebagai avalist (penjamin hutang) berkewajiban untuk membayar hutang ke pihak perbankan tersebut hingga nilai hutang berikut bunganya membengkak sampai Rp 140 miliar rupiah.
"Jika kuasa hukum PTPN mengklaim Rp 140 miliar digelapkan oleh koperasi jelas yang bersangkutan tidak mengerti duduk perkara sehingga mengeluarkan pernyataan konyol," tegas Armilis.
Armilis menjelaskan, dana kredit dari bank senilai puluhan miliar untuk pembangunan kebun sawit di desa pangkalan baru seluruhnya masuk ke rekening PTPN dan dikelola sendiri oleh PTPN pula.
"Menjadi aneh dan lucu 'kan, apabila PTPN menuduh koperasi yang menggelapkan dana tersebut?" Armilis bertanya.
Untuk itulah katanya, pihak koperasi meminta dan mendorong BPK dan KPK untuk memeriksa dan melakukan audit atas penggunaan dana kredit pembangunan kebun tersebut.
Karena hkata Armilis, hingga saat ini PTPN tidak pernah terbuka mempertanggungjawabkan penggunaan dana tersebut kepada koperasi dan masyarakat pemilik kebun.
"Makanya dari dulu kita meminta KPK mengusut pihak PTPN tentang dana petani ini," katanya.
Parahnya, kata Armilis, pernyataan kuasa hukum PTPN yang seolah-olah dirinya bertindak bak pahlawan bagi masyarakat jelas menyesatkan.
Justru melalui kuasa hukumnya, kata Armilis PTPN hendak merampas tanah masyarakat dengan meminta sita eksekusi atas tanah masyarakat sebagaimana ternyata dalam petitum gugatannya yang dijukan ke PN Bangkinang.
"Padahal PTPN sebagai perusahaan milik negara harusnya mengutamakan kepentingan masyarakat alih-alih menindas dan berupaya merampas tanah masyarakat," tandasnya.
Sidang Perkara Bibit Kopi Liberika Meranti, UPT Pengawasan dan Sertifikasi Benih Provinsi Riau Patahkan Dakwaan JPU
Pekanbaru: Sidang perkara No. 37/Pid.Sus-TPK/2024/PN.Pbr., tentang dugaan .
Kasus Razman vs Hotman Paris : Jangan Salah Kaprah dengan No Viral no Justice
JAKARTA – Kericuhan di ruang sidang oleh Razman Arif Nasution selaku terdakwa .
Dua Pengacara Muda Kalahkan Otoritas Jasa Keuangan
JAKARTA: Raka Dwi Raka Dwi Amanda ,S.H.,M.H.,CLA.,CCL.,C.Med. dan Daniel Fajar B.
Akmal Abbas: Semoga Masyarakat Riau Menerima Saya
PEKANBARU - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau, Akmal Abbas, melakukan pisah .
Operasi Terpadu di Tembilahan, Tim Gabungan Bapenda Riau Jaring 123 Kendaraan
PEKANBARU - Dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pajak .
Dianggap Lempar Batu Sembunyi Tangan Kuasa Hukum KOPPSA-M Segera Laporkan PTPN IV Regional 3 ke Kejagung
PEKANBARU: Tudingan pihak PTPN IV regional 3 (dahulunya PTPN V) terhadap KOPPSA-.