Kanal

Petani Sawit Indonesia Bagian Solusi dari UUCK


Laporan: Andini Syafitri

Dr. Ir. Gulat ME Manurung, MP.,C.APO., C.IMA, Ketua Umum DPP APKASINDO, mengatakan bahwa Ragulasi UUCK adalah Patokan Petani Sawit.

Sebagai contoh, katanya:  Lahan di bawah Kelompok Tani Soko Sejahtera, Berbadan Hukum, seluas 140 ha.

Anggotanya terdiri dari beberapa orang. 15% dari lahan tersebut di-mitrakan ke Masyarakat tempatan.

Krenkan Kelompok Tani ini, bersedia bermitra meskipun tidak diwajibkan oleh regulasi.

"Saya juga bingung ada mempersoalkan sawit dalam kawasan hutan. Dengan lahirnya Undang -Undang Cipta Kerja (UUCK) November 2020, maka semuanya sudah bersolusi," ujarnya, heran.

Sebagai negara yang berdasarkan hukum, katanya perlu dilihat patokannya. Yakni UU Cipta Kerja.

Eksisting tertanam sebelum November 2020 (lahirnya UUCK) sudah terakomodir melalui UUCK. Dan sawit kelompok tani tersebut tahun tanamnya 2007.

"Undang - Undang Cipta Kerja itu kan sudah mengakomodir semua sawit dalam kawasan hutan dan diberi waktu sampai tiga tahun ke depan. Mulai Februari 2021 sampai Februari 2024," kata Gulat, Kamis (17/2/2022).

"Yang pada intinya adalah ultimum remedium, yang artinya mengedepankan Denda dan Administrasi, itu semua tertuang dalam PP24 tahun 2021 sebagai turunan UUCK," kata Gulat.

Selanjutnya, Gulat mengatakan, seharusnya bersyukur dengan adanya organisasi APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia).

"Sebab, wadah ini membantu pemerintah mempercepat program penyelesaian sawit dalam kawasan hutan.  Kami tidak memungut iuran atau apapun dari kegiatan APKASINDO kepada anggota kami di 146 Kab Kota DPD APKASINDO dari 22 DPW Provinsi APKASINDO," jelasnya.

Selanjutnya, Gulat mengatakan, surat yang disebarkan oleh CERI tersebut merupakan surat di tahun 2019, sebelum UUCK disahkan.

"Coba dilihat dari surat KLKH itu, kan ada tiga poin. Nah, poin ketiga itu kan disebut memerintahkan DLHK supaya lahan tersebut diselesaikan berdasarkan regulasi yang berlaku. Nah yang berlaku sekarang UUCK," kata Gulat.

"Makanya kami APKASINDO mengimbau kepada petani sawit dari Sabang sampai Merauke yang masih terjebak dalam kawasan hutan, untuk mengikuti prosedur," katanya.

"Tara cara penyelesaian sawit dalam kawasan hutan sesuai PP Nomor 24 tahun 2021 tadi, dan termasuk lahan Poktan saya tadi, kan semua sudah bersolusi," kata Gulat lagi.

Dalam PP 24 2021 tersebut, diuraikan ada empat tipologi (ibarat gerbonglah) tentang penyelesaian sawit dalam kawasan hutan tersebut terkhusus di Pasal 110 A dan Pasal 110B.

Kesatu, petani yang memiliki STDB (surat tanda daftar budidaya), luasnya 5 ha ke bawah. Memiliki keabsahan surat baik girik dan surat keterangan kepemilikan lainnya dan tidak tumpang tindih dengan Izin Kehutanan lainnya.

"Maka akan dilepaskan dari kawasan hutan melalui perubahan tapal batas, jika sudah membayar denda PSDH-DR," jelasnya.

Tipologi kedua, petani yang tidak memiliki STDB, namun memiliki surat kepemilikan yang luasnya 25 hektar ke bawah, akan didenda administrasi, denda PSDH-DR dan diberikan satu daur tanam.

"Tipologi ketiga adalah, apabila petani sudah tinggal dikawasan hutan atau sekitarnya berturut-turut selama minimum 5 tahun dan tidak ada sengketa ataupun izin kehutanan yang tumpang tindih, akan langsung dikeluarkan dalam kawasan hutan melalui perubahan tapal batas," tegas Gulat.

Dan tipologi keempat, petani tersebut apabila sudah pernah terbit sertifikatnya hak milik tapi masih di klaim dalam kawasan hutan. "Maka dia akan diselesaikan dengan perubahan tapal batas," katanya.

Melalui moment ini Gulat sebagai Ketua Umum DPP APKASINDO, dengan segala keterbatasan kami sebagai petani, memohon kepada semua Pihak, termasuk Yayasan Lingkungan, NGO, dan perkumpulan lainnya, supaya berkenan:

"Membantu kami petani mengurus administrasi proses penyelesaian sawit dalam kawasan hutan melalui regulasi UUCK," tutup Gulat.***

Ikuti Terus Forum Kerakyatan

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER